InfoSAWIT, JAKARTA – Diungkapkan Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah, program integrasi tanaman perkebunan dengan tanaman pangan menjadi salah satu strategi tepat jitu, upaya khusus disaat kondisi global mengalami krisis pangan, program Kelapa Sawit Tumpang Sari Tanaman Pangan atau KESATRIA ini harus benar-benar implementatif. Tentu disesuaikan dengan standar yang dimungkinkan secara teknis di lapangan.
“Mengapa harus dengan jagung tumpangsarinya? Tingkat kebutuhan jagung 14 juta ton per tahun sedangkan pasokan dalam negeri belum dapat mencukupi, sehingga selalu impor menjadi jalan keluar,” katanya saat acara Optimalisasi Lahan Melalui Program Kelapa Sawit Tumpang Sari Tanaman Pangan” di Kanpus Kementan pada Rabu (15/11).
Lebih lanjut kata Andi, jagung sangat dibutuhkan oleh Indonesia sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan, tidak hanya untuk kebutuhan pakan ternak. “Indonesia berpotensi menghemat devisa dari impor jagung yang dapat disubtitusikan sebagai insentif di sektor hulu,” jelas Andi Nur.
BACA JUGA:
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1,09 juta ton pada tahun 2022. Volume tersebut naik 9,89% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 995.998 ton. Bahkan di tahun 2023 ini Pemerintah berencana mengimpor jagung sebanyak 500.000 ton untuk mengisi cadangan pemerintah dan memenuhi kebutuhan peternak rakyat. Kalau saja optimalisasi lahan perkebunan khususnya kelapa sawit, dapat memenuhi produksi jagung 500.000 ton, tentu impor bisa kurangi atau bahkan bisa kita stop.
“Saya berharap pertemuan ini menjadi momentum kebangkitan industri kelapa sawit Indonesia kedepan dengan mengoptimalkan potensi lahan perkebunan yang ada. Saya optimis sawit Indonesia Berkelanjutan akan terwujud melalui sinergi multi pihak dalam mengakselerasi kolaborasi semua pihak,” tandas dia dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT. (T2)