InfoSAWIT, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI), Arief Poyuono, menyatakan bahwa pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun inti menimbulkan polemik di industri kelapa sawit. Menurutnya, keberadaan PKS tanpa kemitraan memperkeruh asal usul sawit yang dipasok ke pabrik.
“Bukannya membuat petani sawit makin untung, justru menciptakan banyak kerugian bagi petani plasma. Sebab, PKS tanpa kebun malah memberi peluang terjadi tindak pidana pencurian tandan buah segar (TBS) milik perkebunan sawit yang bermitra dengan petani plasma,” kata Arief dalam siaran pers, diperoleh InfoSAWIT ditulis Selasa (2/7/2024).
APPKSI mendesak agar pemerintah memberikan sanksi tegas terhadap PKS tanpa kebun inti. Arief juga berharap pemerintah mengkaji ulang izin operasional PKS tanpa kebun inti dan menutupnya jika terbukti melanggar ketentuan.
BACA JUGA: Runyamnya Perijinan Sawit di Papua Selatan
“Kehadirannya mengganggu PKS yang bermitra karena mengambil TBS dari plasma dan pekebun bermitra, tanpa memenuhi syarat memiliki bahan baku minimal 20 persen dari kebun sendiri seperti yang diatur dalam standar ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan EUDR (European Union Delegated Regulation),” ujar Arief.
Selain itu, Arief menyoroti masalah yang ditimbulkan oleh PKS brondolan. Menurutnya, PKS brondolan yang berdiri dekat dengan pabrik yang sudah ada menyebabkan pemindahan brondolan, yang dapat mempengaruhi produksi crude palm oil (CPO) dan harga TBS pekebun.
“PKS brondolan juga dapat menghasilkan CPO dengan kadar asam tinggi, yang dianggap sebagai limbah dan bukan sebagai produk utama. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produksi CPO secara keseluruhan dan memunculkan masalah baru di masa depan,” ujarnya.
BACA JUGA:84 Petani Sawit Swadaya Anggota APKSSM Tingkatkan Kualitas SDM, Untuk Kebun Sawit Berkelanjutan
Pengamat hukum dari Universitas Andalas, Agung Hermansyah, menekankan pentingnya ketegasan pemerintah terkait PKS tanpa kebun yang membuka peluang terjadinya tindak pidana pencurian TBS. “Ada salah paham terhadap regulasi seperti kemitraan inti plasma, di mana perusahaan menyediakan pabrik, tetapi kebunnya milik masyarakat,” kata Agung. (T2)