InfoSAWIT, JAKARTA – Tim Oil Palm Business Recovery & Rescue dari ETCAS Konsultan menggelar diskusi mengenai kemungkinan implementasi Program Biodiesel B100 di kawasan Cilandak, Jakarta. Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah pakar termasuk Drs. Dadan Rysyad Nurdin, Ir. Erick Sitompul, Dr. Ir. Memet Hakim, Aendra Medita S.Sn, Hendra Purba S.E, dan Junaidi.
Dalam pembahasan tersebut, salah satu anggota ETCAS, Memet Hakim mencatat, bahwa dengan adanya Program B100, kebutuhan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau biodiesel diproyeksikan meningkat tiga kali lipat, dari 12 juta ton menjadi 36 juta ton minyak sawit.
“Kebutuhan minyak goreng dan bahan industri juga diperkirakan akan meningkat dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Selain itu, ada kebutuhan untuk Bensa (bensin sawit), yang menambah kebutuhan minyak sawit sebesar 42 juta ton, dari 50 juta ton menjadi 92 juta ton,” kata Memet dalam keterangannya kepada InfoSAWIT ditulis Selasa (2/7/2024).
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 1,12 Persen pada Senin (1/7), Begitupun di Bursa Malaysia
Lantas, guna memenuhi peningkatan kebutuhan ini, diperlukan terobosan teknologi agronomi seperti Manajemen Akar & Kanopi yang dapat meningkatkan produktivitas minyak sawit secara drastis, meski bertahap, hingga mencapai 30-80%. Selain itu, kebun-kebun terlantar sebaiknya diserahkan kepada PTPN untuk dikelola dan diperbaiki. Seluruh land bank dan lahan berizin juga perlu segera ditanami, dengan target luas area mencapai 20 juta hektar dalam lima tahun ke depan. Program replanting yang sedang berjalan juga diharapkan dapat meremajakan sawit yang sudah tua dan menggantinya dengan bibit unggul.
Tutur Memet, dari hasil diskusi, untuk mendukung upaya tersebut, diperlukan peraturan menteri (Permen) atau peraturan pemerintah (PP) agar program dapat berjalan serentak. Pemerintah diharapkan mengambil peran sebagai pengendali utama dalam implementasi program ini. Diharapkan pula adanya political will yang serius dari Pemerintah, serta segera diadakannya pertemuan teknis oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun).
Dalam diskusi tersebut juga diusulkan perlunya lahan sawit sekitar 5.000-10.000 hektar untuk dijadikan sebagai kebun percontohan. Mengingat akan ada pergantian presiden dan kabinet, penting untuk memastikan kesinambungan dalam perencanaan program ini.
BACA JUGA: Runyamnya Perijinan Sawit di Papua Selatan
Program B100 dan Bensa dianggap sebagai jawaban atas upaya negara Barat yang ingin mendikte Indonesia dan Malaysia dalam industri kelapa sawit. Selain perang dagang, ada nuansa politis yang kental karena program ini kembali dicanangkan oleh Prabowo, pemenang Pilpres 2024. Bagaimanapun, urusan dalam negeri seperti tanam sawit harus tetap menjadi kewenangan bangsa sendiri, bukan diatur oleh negara lain, termasuk dalam masalah pengelolaan hutan. (T2)