InfoSAWIT, JAKARTA – Pada 18 Oktober 2024, dua hari sebelum mengakhiri masa jabatannya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 132 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan. Perpres ini membawa perubahan signifikan dalam manajemen komoditas perkebunan, yang sebelumnya hanya fokus pada kelapa sawit berdasarkan Perpres Nomor 61 Tahun 2015.
Dengan hadirnya Perpres No. 132/2024, pengelolaan dana kini mencakup komoditas kelapa sawit, kakao, dan kelapa—tiga komoditas strategis yang selama ini menjadi kontributor devisa besar bagi negara. Hal ini menjadi langkah maju untuk memastikan bahwa potensi kekayaan alam Indonesia di sektor perkebunan dikelola dengan lebih optimal dan inklusif.
Salah satu perubahan besar yang diatur dalam Perpres ini adalah transformasi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Ini bukan sekadar perubahan nama, namun juga perluasan mandat. BPDP tidak hanya akan mengelola dana terkait kelapa sawit, tetapi juga memperluas cakupan pada kakao dan kelapa. Penguatan badan ini bertujuan untuk mendukung pembangunan sektor perkebunan yang lebih luas, dengan tetap mempertahankan prinsip keberlanjutan dan orientasi pada kesejahteraan rakyat.
Pengelolaan dana oleh BPDP akan melibatkan pengumpulan dari pelaku usaha perkebunan yang mengekspor komoditas atau produk turunannya, serta dari pelaku industri yang menggunakan bahan baku dari hasil perkebunan. Selain itu, lembaga pembiayaan dan dana masyarakat juga akan berkontribusi dalam penghimpunan dana, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perpres. Dana ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, bahan bakar nabati, dan hilirisasi industri perkebunan, termasuk program replanting untuk kelapa sawit, kakao, dan kelapa.
Pentingnya memperluas cakupan komoditas dalam pengelolaan dana ini adalah strategi pemerintah untuk mengamankan posisi Indonesia sebagai produsen komoditas perkebunan global. Dengan pertumbuhan kebutuhan internasional terhadap kakao dan kelapa, di samping kelapa sawit, Indonesia berpotensi memperkuat dominasi di pasar internasional. Namun, tantangan yang dihadapi adalah memastikan bahwa ekspansi ini tidak mengorbankan prinsip keberlanjutan dan pengelolaan lingkungan yang baik.
Sama seperti Perpres No. 61/2015, Perpres No. 132/2024 bertujuan untuk memastikan bahwa industri perkebunan berjalan dengan lebih baik, efisien, dan berkelanjutan. Namun, perbedaan utamanya terletak pada keberanian pemerintah untuk memperluas cakupan pengelolaan hingga ke komoditas kakao dan kelapa. Langkah ini bukan hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperkuat sektor perkebunan yang berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi.
BACA JUGA: Kementan Dorong Akurasi Data untuk Dukung Swasembada Pangan dan Energi
Keberhasilan implementasi Perpres No. 132/2024 akan bergantung pada efektivitas BPDP dalam mengelola dana dan memastikan bahwa setiap komoditas mendapatkan perhatian yang proporsional. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat akan sangat penting untuk menjamin bahwa potensi sektor perkebunan di Indonesia dapat terwujud sepenuhnya.
Sebagai produsen komoditas perkebunan terbesar di dunia, Indonesia perlu terus berinovasi dalam pengelolaan sumber daya alam. Perpres No. 132/2024 adalah bagian dari upaya tersebut, yang tidak hanya memastikan kesejahteraan pelaku industri dan petani, tetapi juga kelestarian lingkungan. (*)
Penulis: Ermanto Fahamsyah /Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Jember.
Disclaimer: Artikel merupakan pendapat pribadi, dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis serta tidak ada kaitannya dengan InfoSAWIT.