InfoSAWIT, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat langkah pengembangan industri hilir kelapa sawit untuk meningkatkan daya saing global. Langkah strategis ini meliputi tiga aspek utama: pengamanan pasokan bahan baku untuk industri dalam negeri, inovasi teknologi dalam produksi minyak sawit mentah, dan fasilitasi investasi baru serta perluasan industri.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menegaskan bahwa upaya ini bertujuan mendukung pertumbuhan sektor hilir yang tidak hanya mengoptimalkan nilai tambah ekonomi tetapi juga memperkuat keberlanjutan.
“Ke depan, Kemenperin akan membentuk konsorsium riset untuk produk hilir potensial, menyediakan layanan pengembangan teknologi pengolahan biomassa di BBSPJIA Bogor, serta memperkenalkan peraturan ketertelusuran keberlanjutan dalam kerangka ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil),” ungkap Putu pada acara seminar dikutip InfoSAWIT, Jumat (22/11/2024) di Jakarta.
BACA JUGA: Ketua Umum RSI: Kawal Sawit Untuk Kedaulatan Pangan dan Energi Menuju Indonesia Emas
Langkah strategis ini diharapkan berkontribusi pada pencapaian Visi Sawit Indonesia Emas 2045, yang menargetkan 240 jenis produk hilir dan nilai ekonomi Rp1.146 triliun pada 2029. Putu optimistis bahwa perbaikan di sektor hilir akan memperkuat rantai nilai dari hulu ke hilir, sekaligus memberikan dampak positif pada konsumsi domestik dan ekspor.
Namun, skenario ideal tersebut membutuhkan penyediaan bahan baku yang memadai. Untuk itu, Kemenperin mengidentifikasi dua strategi kunci: peningkatan produktivitas kebun kelapa sawit melalui Oil Palm Productivity (OPP) dan peningkatan efisiensi pengolahan melalui Oil Extraction Rate (OER).
Salah satu inovasi unggulan adalah penerapan teknologi Steamless-POMELess Palm Oil Technology (SPPOT). Teknologi ini menghasilkan minyak sawit mentah yang lebih bernutrisi, hemat energi, rendah emisi karbon, dan minim limbah cair. SPPOT memungkinkan pembangunan pabrik skala kecil modular (5–10 ton TBS/jam) yang dapat dimiliki oleh petani melalui skema Build-Operate-Transfer (BOT).
BACA JUGA: Petani Sawit di Tapanuli Selatan Suarakan Ketidakadilan Mengenai Harga TBS Sawit
“Kemenperin juga mendukung penerapan teknologi SPPOT melalui program restrukturisasi mesin dan peralatan industri agro, dengan fasilitas reimbursement hingga 30 persen dari harga pembelian mesin. Fasilitas ini diharapkan mampu mendorong transformasi teknologi di industri pengolahan sawit,” jelas Putu.
Dengan pendekatan ini, Kemenperin berharap tercipta perubahan fundamental dalam pengelolaan industri kelapa sawit, terutama dalam memanfaatkan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan. “Melalui berbagai langkah ini, kami optimistis industri hilir sawit Indonesia akan semakin kompetitif dan berkontribusi besar pada ekonomi nasional,” tutup Putu. (T2)