InfoSAWIT, PADANG SIDIMPUAN – Sudarmadi, seorang petani kelapa sawit yang tinggal di Padang Sidimpuan, Sumatra Utara, mengungkapkan keluhannya terkait berbagai tantangan yang dihadapi petani kelapa sawit di Dusun Binasari, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Keluhan tersebut mencakup ketimpangan harga dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam skema plasma yang ditawarkan oleh perusahaan perkebunan besar kelapa sawit di daerah tersebut.
Kebun swadaya milik Sudarmadi, yang berlokasi sekitar 55 kilometer dari Padang Sidimpuan, berbatasan langsung dengan lahan PT Austindo Nusantara Jaya Agri (ANJ). Menurutnya, petani kecil di daerah itu bergantung pada ANJ untuk menjual tandan buah segar (TBS) sawit karena perusahaan tersebut memiliki pabrik kelapa sawit satu-satunya di wilayah tersebut. Namun, ia mengeluhkan harga TBS yang ditawarkan jauh lebih rendah dibandingkan daerah lain.
BACA JUGA: Badan Sawit Harus Utamakan Kepentingan Industri dan Petani
“Misalnya, di Sosa, Batang Toru, atau Mandailing Natal, harga TBS saat ini sudah mencapai Rp 3.000/kg. Tapi di sini, kami hanya dihargai Rp 2.500/kg, Kami berharap manajemen ANJ bisa meninjau ulang dan memberikan harga yang lebih adil untuk mendukung petani” kata Sudarmadi kepada InfoSAWIT, Rabu (20/11/2024).
Sudarmadi juga meyinggung perjuangan para petani kecil yang mengembangkan kebunnya secara mandiri tanpa dukungan atau penyuluhan dari pemerintah. “Banyak dari kami memulai dari nol, dengan modal kecil dan pengetahuan terbatas tentang pupuk, obat-obatan, atau pemasaran. Jika diberdayakan dengan benar, sektor ini bisa menjadi penggerak ekonomi lokal dan nasional,” ujarnya.
Ia juga mengkritik alokasi skema plasma yang hanya dinikmati 50% masyarakat setempat. “Saya sudah tinggal di Dusun Binasari jauh sebelum ANJ ada, tapi belum semua masyarakat di desa tersebut bisa masuk dalam alokasi plasma,” ungkap Sudarmadi.
BACA JUGA: Cek Lahan Sawit di Kawasan Hutan, Menhut Gandeng Kemenhan dan TNI
Menurutnya, ia bersama warga lain telah mengajukan keluhan baik kepada ANJ maupun pemerintah setempat, tetapi tanggapannya kurang memuaskan. “Pihak ANJ bilang urusan plasma sudah diserahkan ke pemerintah, sementara beberapa pejabat pemerintah setempat malah terkesan acuh,” tuturnya.