InfoSAWIT, JAKARTA – Dalam rangka mendorong sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan melalui skema Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) RI bekerja sama dengan program Reclaim Sustainability! Palm Oil Solidaridad dan Resource Center for Oil Palm Smallholders (ReCOPS) terus mempromosikan penerbitan Sertifikat Tanda Daftar Budidaya secara Elektronik (E-STDB) untuk petani kelapa sawit swadaya.
Inisiatif ini menjadi pembahasan utama dalam Focus Group Discussion (FGD) lintas lembaga yang berlangsung pekan lalu di Jakarta. Diskusi tersebut melibatkan perwakilan dari kementerian terkait (Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit/BPDPKS, dan Kementerian Dalam Negeri), Kemenko Perekonomian, pemerintah daerah Kalimantan Barat, asosiasi industri perkebunan (GAPKI dan GPPI), organisasi petani (APKASINDO, SPKS, dan FORTASBI), European Forest Institute, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
FGD bertujuan membahas tantangan penerapan regulasi STDB, khususnya bagi petani swadaya, kelompok tani, dan koperasi. Selain itu, diskusi juga mengidentifikasi kendala dalam transisi ke sistem E-STDB serta merumuskan strategi percepatan penerapannya di tingkat daerah.
BACA JUGA: 161 Petani Sawit Swadaya Anggota Koperasi Makmur Barokah Belutu Raih Sertifikat RSPO
Pembahasan menyoroti pentingnya E-STDB dalam mendukung sertifikasi ISPO, mengingat proses registrasi dan penerbitan STDB selama ini menjadi kendala utama bagi petani kecil.
“Kementerian Pertanian menargetkan 10% atau sekitar 250.000 petani kelapa sawit dari total 2,5 juta petani di Indonesia memiliki STDB melalui mekanisme E-STDB,” ujar Prayudi Syamsuri, Plt. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementan RI, dalam keterangan resmi dikutip InfoSAWIT, Kamis (28/11/2024). “Melalui kebijakan E-STDB, diharapkan 10.000 petani dapat mendaftar setiap hari pada tahun 2025 untuk mencapai target tersebut,” tambahnya.
Solidaridad Indonesia mendukung penuh pelaksanaan E-STDB, mengaitkannya dengan program pemerintah seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan upaya ketahanan pangan. “Solidaridad berkomitmen memastikan kesuksesan E-STDB di lapangan,” ujar Ketua Yayasan Solidaridad Network Indonesia sekaligus pemimpin program ReCOPS, Delima Hasri Azahari.
BACA JUGA: Menteri Lingkungan Hidup Susun Roadmap Pangkas Emisi Karbon, Kunjungi PT Musim Mas
Salah satu tantangan utama yang perlu segera diselesaikan adalah perbedaan persepsi tentang STDB. STDB bukanlah dokumen izin, melainkan tanda legalitas kebun sawit yang dikeluarkan pemerintah daerah. Dokumen ini memungkinkan petani swadaya mengakses berbagai fasilitas, seperti distribusi bibit, peremajaan, pemasaran, dan program lain dari pemerintah. STDB tetap berlaku selama usaha budidaya berjalan dan status lahan tidak berubah.
Hingga November 2024, Solidaridad melaporkan bahwa lebih dari 2.000 STDB telah diterbitkan untuk 3.792 petani swadaya di Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Hasil FGD ini akan ditindaklanjuti dalam lokakarya pada Desember 2024, di mana rekomendasi akan disampaikan kepada pemerintah dalam bentuk policy brief untuk mempercepat penerapan E-STDB bagi petani swadaya kelapa sawit. (T2)