InfoSAWIT, JAKARTA – Di balik perannya sebagai komoditas utama yang menopang perekonomian Indonesia, kelapa sawit (Elaeis guineensis) menyimpan potensi lain yang jarang disadari. Sebagai tanaman yang identik dengan minyak sawit, siapa sangka bahwa pohon ini juga dapat menjadi elemen estetika untuk memperindah jalanan kota? Potensi ini tidak hanya mempercantik lingkungan, tetapi juga menyatukan manfaat ekologis dan nilai ekonomi.
Melihat daun kelapa sawit yang rindang dan menjulang tinggi, sulit untuk tidak terpesona oleh kesan tropis yang diberikannya. Dengan daun yang tersusun rapi, pohon ini menghadirkan nuansa asri yang menyegarkan mata dan menciptakan suasana sejuk di sepanjang jalan. Selain itu, kemampuannya bertahan di berbagai kondisi cuaca membuat kelapa sawit menjadi pilihan tanaman hias yang tangguh. Median jalan, trotoar, dan area publik lainnya dapat memanfaatkan kelapa sawit sebagai elemen penghijauan yang membutuhkan perawatan minim.
Tidak hanya itu, sistem akar pohon ini kuat namun tidak merusak infrastruktur, menjadikannya ideal untuk ditanam di area dengan ruang terbatas tanpa mengganggu struktur jalan atau bangunan di sekitarnya.
BACA JUGA: Direktur PGUN Tamlikho Jual Seluruh Sahamnya, Saham Emiten Milik Haji Isam Melonjak
Kelapa sawit tidak hanya memperindah jalan, tetapi juga memberikan manfaat ekologis yang signifikan. Tajuknya yang lebar mampu menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, membantu meningkatkan kualitas udara di kawasan perkotaan. Selain itu, pohon ini juga dapat menurunkan suhu lingkungan melalui keteduhan yang dihasilkannya. Tidak kalah penting, sistem akar kelapa sawit yang kokoh mampu mencegah erosi tanah, menjadikannya solusi bagi jalan-jalan yang berada di daerah rawan longsor.
Dilansir dalam Sejarah kelapa sawit Indonesia, oleh Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia, (GAPKI), keunikan kelapa sawit sebagai hiasan jalan sejatinya bukanlah hal baru. Sejarahnya di Indonesia dimulai pada tahun 1848 ketika empat biji kelapa sawit dibawa oleh Dr. D. T. Pryce dari Afrika. Bibit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor, tumbuh subur, dan menghasilkan buah pertama pada tahun 1853. Dari situ, bibit kelapa sawit menyebar ke berbagai daerah, termasuk Sumatera, dan sempat dijadikan tanaman hias di sepanjang jalan.
Namun, seiring waktu, fokus pemanfaatan kelapa sawit bergeser menjadi komoditas industri. Revolusi industri di Eropa meningkatkan permintaan minyak, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk membudidayakan kelapa sawit secara massal. Percobaan penanaman pertama dilakukan di Banyumas, Palembang, dan Belitung, meskipun tidak selalu berhasil karena faktor cuaca. Baru kemudian, daerah Deli di Sumatera Utara menunjukkan potensi besar dengan kelapa sawit “Deli Dura” yang terkenal subur.
BACA JUGA: BGA Group Luncurkan Sekolah Desa Berdaya, Dorong Kemandirian Masyarakat di 114 Desa
Dikutip InfoSAWIT dari buku Tonggak Perubahan : Melalui PIR Kelapa Sawit Membangun Negeri, Karya Badrun tahun 2010, akhirnya kelapa sawit mulai ditanam pada skala komersial di Sungai Liput (Aceh) dan Pulau Radja (Asahan, Sumatera Utara) pada 1911. Pantai Timur Sumatera terutama Deli dijadikan sentra produksi kelapa sawit oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada zaman penjajahan Jepang karena kebutuhan makanan, maka 16% lahan kelapa sawit dikonversi menjadi lahan pangan.
Selain mempercantik jalan, kelapa sawit yang ditanam sebagai hiasan juga dapat memberikan manfaat ekonomi tambahan. Buah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk diolah menjadi minyak sawit, pupuk organik, atau bahkan bahan bakar bioenergi. Dengan demikian, tanaman ini tidak hanya menjadi simbol keindahan, tetapi juga sarana pemberdayaan ekonomi bagi komunitas lokal.
Meskipun menawarkan banyak manfaat, penggunaan kelapa sawit sebagai hiasan jalan tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah pemilihan lokasi penanaman yang tepat. Kelapa sawit harus ditempatkan di area yang tidak menghalangi pandangan pengendara demi menjaga keamanan lalu lintas. Selain itu, pemangkasan rutin diperlukan untuk menjaga estetika dan menghindari bahaya dari daun tua yang berjatuhan.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Sumut Periode 22-29 Januari 2025 Turun Lagi Rp 66,70/Kg
Dukungan masyarakat juga menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Dengan keterlibatan aktif warga dalam perawatan dan pemanfaatan hasil kelapa sawit, keberlanjutan program dapat terjamin. Pendidikan dan pelatihan mengenai cara merawat tanaman serta mengolah hasil panen akan sangat bermanfaat untuk mendukung inisiatif ini.