InfoSAWIT, JAKARTA – Sebagai produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia terus berupaya meningkatkan tata kelola sawit berkelanjutan demi memastikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), sektor ini menjadi unggulan, tidak hanya dalam penciptaan lapangan kerja tetapi juga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan energi, termasuk program biodiesel B40.
Permintaan global terhadap produk sawit yang dihasilkan dengan praktik bertanggung jawab semakin meningkat, terutama di pasar Eropa dan Amerika. Untuk merespons hal ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai inisiatif guna memperkuat tata kelola industri sawit. Salah satunya adalah Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 yang menjadi panduan bagi pemangku kepentingan dalam mendukung sektor sawit berkelanjutan. Tahun ini, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) hingga 2029.
Meski sudah mencakup isu ketenagakerjaan, ruang dialog bagi pekerja sawit masih perlu diperluas. Presidensi Jaga Sawitan/Sekretaris Eksekutif JAPBUSI, Nursanna Marpaung, menyinggung berbagai isu ketenagakerjaan di industri sawit, termasuk kontrak kerja, upah, dan kondisi kerja yang layak. Hal ini kerap menjadi perhatian baik di dalam negeri maupun di pasar ekspor.
BACA JUGA: Perusahaan Sawit di Kalteng Diduga Langgar Aturan Gambut dan Terlibat Kebakaran Berulang
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi isu-isu tersebut, seperti peningkatan pengawasan, sertifikasi mandatori ISPO, serta sertifikasi sukarela RSPO. “Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan besar. Dalam sepuluh tahun terakhir, dialog sosial antara pekerja dan pengusaha di tingkat perusahaan serta rantai pasok telah berperan penting dalam memastikan pemenuhan hak pekerja dan peningkatan kondisi kerja,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Rabu (26/2/2025).
Untuk memperkuat hubungan industrial, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bersama JAPBUSI mendeklarasikan forum “Jaga Sawitan” pada Februari 2023. Forum ini bertujuan meningkatkan hubungan industrial harmonis melalui dialog sosial yang kuat. Jaga Sawitan juga berperan dalam menyelesaikan perselisihan industrial, meningkatkan kondisi kerja, serta memperkuat jaminan sosial pekerja sawit. Inisiatif ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk International Labour Organization (ILO).
Dalam peringatan hari jadinya yang kedua, Jaga Sawitan menggelar dialog pemangku kepentingan bertajuk “Buruh dalam Tata Kelola Sawit Berkelanjutan”. Dialog ini diharapkan mampu merumuskan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan tata kelola sawit, termasuk penghapusan pekerja anak dan peningkatan peran pekerja dalam keberlanjutan industri.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 26 Februari – 4 Maret 2025 Tertinggi Rp 3.620,96 per kg
Pada kesempatan tersebut, Jaga Sawitan juga mengusulkan sistem kepatuhan sosial terintegrasi, mekanisme pemantauan dan penyelesaian keluhan digital, serta peningkatan kolaborasi antara pekerja dan pengusaha. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia berharap industri sawit dapat terus berdaya saing di pasar global dan memastikan kesejahteraan pekerja dalam jangka panjang. (T2)