InfoSAWIT, JAKARTA – Sejumlah perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Tengah kembali menjadi sorotan akibat dugaan pelanggaran terhadap lahan gambut serta terlibat dalam kebakaran berulang. Hal ini disampaikan oleh Ziadatunnisa, Juru Kampanye Kaoem Telapak, dalam diskusi daring yang membahas keberlanjutan sektor perkebunan di kawasan tersebut.
Menurut Ziadatunnisa, salah satu perusahaan yang diduga melanggar aturan lingkungan adalah PT AGL, yang beroperasi di Pulang Pisau. “Ekosistem di Pulang Pisau itu sangat rentan. Kami menemukan indikasi pelanggaran di lahan gambut, serta berbagai isu lainnya yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap standar keberlanjutan,” ujarnya, dalam Peluncuran Laporan Studi lahan Gambut, berkolaborasi antara Kaoem Telapak dan Pantau Gambut, dihadiri InfoSAWIT, Selasa (25/2/2025).
Selain dugaan deforestasi yang terdeteksi melalui citra satelit, ditemukan pula adanya sengketa lahan dengan masyarakat sekitar. Beberapa warga terdampak bahkan telah memberikan testimoni terkait permasalahan ini. Menurut laporan yang dihimpun, permasalahan serupa juga ditemukan di perusahaan lain yang beroperasi di kawasan gambut lindung, yang seharusnya memiliki perlindungan khusus.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 26 Februari – 4 Maret 2025 Tertinggi Rp 3.620,96 per kg
Tak hanya di Pulang Pisau, dugaan pelanggaran juga ditemukan di Kabupaten Kapuas, di mana PT BCMP disebut memiliki rekam jejak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak 2015. “Kami menemukan pola kebakaran berulang di area seluas lebih dari 6.000 hektare sejak 2015 hingga 2020, dan pada 2023 masih terjadi kebakaran di kawasan ini,” ungkap Ziadatunnisa.
Keberadaan PT BCMP juga dipertanyakan dari segi legalitasnya. Berdasarkan hasil penelusuran, meski perusahaan ini tercatat dalam administrasi hukum Kementerian terkait, kondisi di lapangan tidak mencerminkan aktivitas perkebunan sawit sebagaimana mestinya. Justru, lahan yang diduga milik perusahaan tersebut kini tampak sebagai area persawahan yang terintegrasi dengan proyek strategis nasional (PSN) food estate di Kapuas.
“Ketika kami mencoba meng-overlay peta kawasan perusahaan dengan area proyek food estate, ternyata lokasinya identik. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait pengelolaan lahan dan izin usaha yang mereka miliki,” tambahnya.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Withdraw Pada Selasa (25/2), Harga CPO di Bursa Malaysia Naik
Kebakaran berulang di lahan gambut menjadi indikator ketidakpatuhan terhadap undang-undang lingkungan. Oleh karena itu, Ziadatunnisa menegaskan bahwa pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin usaha perusahaan-perusahaan di lahan gambut lindung. “Ketidakjelasan tata kelola lahan ini bisa berdampak serius bagi ekosistem dan masyarakat sekitar. Maka dari itu, izin usaha perlu ditinjau kembali,” pungkasnya. (T2)