InfoSAWIT, KUALA LUMPUR – Harga minyak sawit mentah (CPO) Malaysia diperkirakan akan bergerak dalam kisaran RM4.400 hingga RM4.600 per ton sepanjang Maret 2025. Tren ini didorong oleh meningkatnya permintaan dari pasar negara berkembang, seperti Sub-Sahara Afrika, yang mengimbangi penurunan pembelian dari pelanggan utama seperti India dan Tiongkok.
Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC)) menyebut bahwa meskipun terjadi pelemahan permintaan dari pasar tradisional, minyak sawit tetap menjadi pemimpin harga pada kuartal pertama 2025. Peralihan ekspor ke Sub-Sahara Afrika, yang mencatat pertumbuhan populasi tahunan sekitar 30 juta jiwa, berkontribusi besar dalam mempertahankan ekspor minyak sawit Malaysia.
“Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut sepanjang tahun, menjaga stabilitas ekspor minyak sawit Malaysia,” catat MPOC, dalam pernyataan resminya dikutip InfoSAWIT, Selasa (18/3/2025).
Pada periode Januari-Februari 2025, impor minyak sawit India tercatat turun menjadi 648.000 ton, lebih rendah dibandingkan impor minyak kedelai yang mencapai 727.000 ton. Penurunan ini terjadi di saat harga rata-rata minyak sawit mentah mencapai RM4.700 per ton. Sementara itu, Tiongkok hanya mengimpor minyak sawit sesuai kebutuhan intinya, dengan rata-rata 300.000 ton per bulan sepanjang 2024.
BACA JUGA: 250 ha Lahan Sawit Milik PT SLS Disegel Satgas PKH, Bukti Ketegasan Pemerintah Jaga Kawasan Hutan
Persaingan ketat dengan minyak kedelai yang lebih murah dan melimpah menjadi faktor utama fluktuasi harga CPO dalam kisaran RM4.400 hingga RM4.600 per ton pada Maret. Namun, MPOC menilai bahwa meskipun India beralih ke minyak kedelai, permintaan minyak sawit masih berpotensi meningkat dalam beberapa pekan ke depan seiring dengan kebutuhan India untuk mengisi kembali stoknya. Hal ini dapat membantu menstabilkan harga minyak sawit di pasar global.
Dalam jangka panjang, konsumsi minyak nabati dunia, yang sebagian besar didorong oleh produksi biodiesel, diperkirakan mengalami penurunan pada 2025. Output biodiesel global diproyeksikan turun sebesar 500.000 ton. Indonesia menjadi satu-satunya produsen utama yang diperkirakan masih mencatat pertumbuhan produksi biodiesel, sementara wilayah lain cenderung stagnan atau mengalami kontraksi.
Pemantauan terhadap ketersediaan ekspor dari Malaysia dan Indonesia menjadi faktor penting dalam menentukan pergerakan harga minyak sawit. Produksi minyak sawit diperkirakan mulai pulih secara bertahap sejak Maret setelah melewati musim hujan, meskipun ketidakpastian pasar tetap tinggi.
BACA JUGA: ITB dan PT SMART Tbk. Jalin Kerja Sama Riset Kelapa Sawit
Pada Februari 2025, stok minyak sawit Malaysia tercatat hanya 1,51 juta ton, level terendah sejak April 2023. Produksi minyak sawit dari Januari hingga Februari 2025 juga mencatat titik terendah dalam tiga tahun terakhir, yakni hanya 2,42 juta ton, lebih rendah dibandingkan 2,66 juta ton pada periode yang sama tahun lalu dan 2,63 juta ton pada 2023.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh keterlambatan panen akibat curah hujan tinggi serta kelelahan pohon sawit setelah lonjakan produksi pada awal 2024. Pemulihan pertumbuhan produksi secara tahunan baru diperkirakan terjadi mulai Agustus 2025. (T2)