InfoSAWIT, JAKARTA – Kaoem Telapak menggelar Lokakarya Nasional bertajuk “Traceability dalam Implementasi EUDR di Indonesia” pada Kamis. Lokakarya ini turut menjadi momen peluncuran aplikasi pemantauan kehutanan berbasis web dan Android, Ground-truthed.id (GTID), yang dikembangkan oleh Kaoem Telapak.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR) serta mengidentifikasi peran berbagai pihak dalam memastikan ketertelusuran komoditas yang bebas deforestasi.
“Dalam pertemuan kita hari ini, EUDR harus dibahas secara menyeluruh. Semua syaratnya harus diikuti agar Indonesia dapat menyesuaikan diri dengan regulasi tersebut,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Arif Havas Oegroseno saat memberikan sambutan dalam keterangan tertulis dikutip InfoSAWIT, Jumat (21/3/2025).
Sebagai negara yang memiliki lima komoditas terdampak EUDR, yakni kayu, sawit, kakao, kopi, dan karet, Indonesia mulai mengambil langkah strategis untuk memenuhi persyaratan regulasi ini. Salah satu aspek utama yang menjadi perhatian adalah ketertelusuran (traceability), yakni kemampuan untuk melacak asal-usul komoditas guna memastikan bahwa produk yang masuk ke pasar Uni Eropa tidak berasal dari deforestasi atau degradasi hutan setelah 31 Desember 2020.
Sander Happaerts, Green and Digital Counsellor dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan ASEAN, menegaskan bahwa ketertelusuran adalah elemen krusial dalam EUDR. “Konsumen di Eropa ingin mengetahui asal-usul produk yang mereka konsumsi. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak di Indonesia untuk menemukan solusi terbaik, termasuk keterlibatan smallholder dalam rantai pasok,” ujarnya.
Tantangan utama dalam implementasi ketertelusuran di Indonesia meliputi kesenjangan data serta kesiapan petani dan perusahaan dalam memenuhi standar yang ditetapkan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia tengah mengembangkan sistem National Dashboard, sebuah platform nasional yang berfungsi untuk mengelola data ketertelusuran komoditas.
“Dashboard ini akan menjadi solusi integrasi data terkait ketertelusuran ekspor komoditas. Dengan sistem ini, data petani dan pekebun dapat terdokumentasi secara lebih baik,” ujar Koordinator Nasional untuk Dashboard Nasional, Diah Y. Suradiredja.
Selain inisiatif pemerintah, Kaoem Telapak turut berkontribusi dengan meluncurkan Ground-truthed.id (GTID). Aplikasi ini bertujuan untuk mengumpulkan dan mengelola data hasil pemantauan kehutanan dan lingkungan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil, Masyarakat Adat, dan komunitas lokal di Indonesia. GTID diharapkan dapat memperkuat transparansi, akuntabilitas, serta upaya advokasi dalam melawan pembalakan liar, deforestasi, dan perampasan lahan.
Senior Campaigner Kaoem Telapak, Denny Bhatara, menjelaskan bahwa aplikasi GTID dilengkapi fitur dokumentasi berbasis geo-lokasi untuk mendukung monitoring kehutanan. “Sebagai alat pemantauan tambahan, aplikasi ini menekankan pada dokumentasi kondisi lapangan serta mendorong akuntabilitas,” jelasnya.
Presiden Kaoem Telapak, Mardi Minangsari, menyambut baik peluncuran GTID dan mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam pengembangannya. “Kami berharap aplikasi ini menjadi wadah bagi pemantau untuk menunjukkan bagaimana Indonesia bekerja di lapangan serta memberikan gambaran nyata kondisi di tanah kita,” tuturnya.
Dengan sinergi antara teknologi pemantauan, kebijakan ketertelusuran, dan kolaborasi multi-pihak, Indonesia terus memperkuat posisinya dalam memenuhi standar keberlanjutan global. (T2)
InfoSAWIT, JAKARTA – Kaoem Telapak menggelar Lokakarya Nasional bertajuk “Traceability dalam Implementasi EUDR di Indonesia” pada Kamis. Lokakarya ini turut menjadi momen peluncuran aplikasi pemantauan kehutanan berbasis web dan Android, Ground-truthed.id (GTID), yang dikembangkan oleh Kaoem Telapak.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR) serta mengidentifikasi peran berbagai pihak dalam memastikan ketertelusuran komoditas yang bebas deforestasi.
“Dalam pertemuan kita hari ini, EUDR harus dibahas secara menyeluruh. Semua syaratnya harus diikuti agar Indonesia dapat menyesuaikan diri dengan regulasi tersebut,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Arif Havas Oegroseno saat memberikan sambutan dalam keterangan tertulis dikutip InfoSAWIT, Jumat (21/3/2025).
BACA JUGA: LSM Duta Sampit Pertanyakan Penyitaan Lahan PT Global Alam Perkasa
Sebagai negara yang memiliki lima komoditas terdampak EUDR, yakni kayu, sawit, kakao, kopi, dan karet, Indonesia mulai mengambil langkah strategis untuk memenuhi persyaratan regulasi ini. Salah satu aspek utama yang menjadi perhatian adalah ketertelusuran (traceability), yakni kemampuan untuk melacak asal-usul komoditas guna memastikan bahwa produk yang masuk ke pasar Uni Eropa tidak berasal dari deforestasi atau degradasi hutan setelah 31 Desember 2020.
Sander Happaerts, Green and Digital Counsellor dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan ASEAN, menegaskan bahwa ketertelusuran adalah elemen krusial dalam EUDR. “Konsumen di Eropa ingin mengetahui asal-usul produk yang mereka konsumsi. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak di Indonesia untuk menemukan solusi terbaik, termasuk keterlibatan smallholder dalam rantai pasok,” ujarnya.
Tantangan utama dalam implementasi ketertelusuran di Indonesia meliputi kesenjangan data serta kesiapan petani dan perusahaan dalam memenuhi standar yang ditetapkan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia tengah mengembangkan sistem National Dashboard, sebuah platform nasional yang berfungsi untuk mengelola data ketertelusuran komoditas.
“Dashboard ini akan menjadi solusi integrasi data terkait ketertelusuran ekspor komoditas. Dengan sistem ini, data petani dan pekebun dapat terdokumentasi secara lebih baik,” ujar Koordinator Nasional untuk Dashboard Nasional, Diah Y. Suradiredja.
BACA JUGA: Membangun Kemandirian Energi dengan Sawit yang Lebih Ramah Lingkungan
Selain inisiatif pemerintah, Kaoem Telapak turut berkontribusi dengan meluncurkan Ground-truthed.id (GTID). Aplikasi ini bertujuan untuk mengumpulkan dan mengelola data hasil pemantauan kehutanan dan lingkungan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil, Masyarakat Adat, dan komunitas lokal di Indonesia. GTID diharapkan dapat memperkuat transparansi, akuntabilitas, serta upaya advokasi dalam melawan pembalakan liar, deforestasi, dan perampasan lahan.
Senior Campaigner Kaoem Telapak, Denny Bhatara, menjelaskan bahwa aplikasi GTID dilengkapi fitur dokumentasi berbasis geo-lokasi untuk mendukung monitoring kehutanan. “Sebagai alat pemantauan tambahan, aplikasi ini menekankan pada dokumentasi kondisi lapangan serta mendorong akuntabilitas,” jelasnya.
Presiden Kaoem Telapak, Mardi Minangsari, menyambut baik peluncuran GTID dan mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam pengembangannya. “Kami berharap aplikasi ini menjadi wadah bagi pemantau untuk menunjukkan bagaimana Indonesia bekerja di lapangan serta memberikan gambaran nyata kondisi di tanah kita,” tuturnya.
BACA JUGA: TSE Group Bergabung dengan SBTi untuk Capai Net Zero Emissions 2050
Dengan sinergi antara teknologi pemantauan, kebijakan ketertelusuran, dan kolaborasi multi-pihak, Indonesia terus memperkuat posisinya dalam memenuhi standar keberlanjutan global. (T2)