InfoSAWIT, PONTIANAK — Hari itu, Kamis pagi yang cerah di Pontianak. Suasana di Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Barat tampak lebih ramai dari biasanya. Di Ruang Meranti, satu per satu perwakilan buruh dari berbagai organisasi memasuki ruangan dengan langkah tegas, membawa harapan dan tuntutan. Mereka adalah bagian dari Aliansi Buruh Sawit Kalimantan Barat (ABS Kalbar) — suara-suara dari balik kebun kelapa sawit yang selama ini sering tenggelam dalam sunyi.
Sekitar pukul 10.00 WIB, audiensi dengan Komisi V DPRD dimulai. Sebanyak 25 orang delegasi mewakili berbagai organisasi buruh, di antaranya SBK Kalbar, FSPBR, GSBI Bengkayang, SERBUK, AGRA, Link-AR Borneo, serta Seknas Koalisi Buruh Sawit (KBS). Mereka tak hanya membawa daftar masalah, tapi juga membawa semangat untuk perubahan: mendesak lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Buruh Sawit.
Satu per satu perwakilan menyampaikan kenyataan di lapangan: upah yang tak sebanding dengan beban kerja, sistem kontrak yang terus diperluas, tekanan target kerja yang melumpuhkan, hingga praktik outsourcing yang merampas kepastian kerja. Mereka juga mengangkat persoalan besar lainnya: minimnya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), serta kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang terus terjadi.
BACA JUGA: Prabowo Pastikan 5 Tahun Kedepan Swasembada BBM, Kelapa Sawit jadi Sumber Utama
“Buruh sawit tak boleh terus dibiarkan bekerja dalam ketidakpastian dan tanpa perlindungan hukum,” ujar salah satu perwakilan dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Jumat (9/5/2025). Pernyataannya disambut anggukan serius dari jajaran Komisi V, termasuk Muh. Darwis (PDIP), Ermin Elviani (Demokrat), dan H. Fatahillah Abrar (PKS), yang duduk berdampingan bersama perwakilan Disnakertrans Kalbar.
Tak hanya mendengar, pihak DPRD dan Disnakertrans juga memberikan tanggapan yang membesarkan hati. Mereka menyampaikan komitmen untuk mendorong kebijakan perlindungan buruh sawit, dan meminta ABS Kalbar turut mengawal proses penyusunan draf perda yang diusulkan. “Silakan kirim daftar masalah buruh dari tiap perusahaan, termasuk yang eks-PT Duta Palma Sambas,” ujar salah satu pejabat Disnakertrans.
Audiensi itu juga diwarnai momen simbolik penting. Ahmad Syukri, Direktur Eksekutif Link-AR Borneo yang mewakili ABS Kalbar, menyerahkan dokumen hasil riset International Palm Oil Workers United (IPOWU) tentang penggunaan agrokimia di perkebunan sawit. Dokumen itu menjadi bukti ilmiah bahwa buruh sawit tak hanya menghadapi tekanan ekonomi, tetapi juga ancaman kesehatan akibat paparan zat berbahaya.
BACA JUGA: PT Citra Borneo Utama Bidik Kenaikan Penjualan hingga 40% di 2025, Fokus Lanjutkan Hilirisasi Sawit
Di akhir pertemuan, semangat kolaborasi mulai terbangun. Komisi V membuka ruang bagi ABS Kalbar untuk bersama-sama menyusun naskah akademik perda yang diusulkan. Sebuah langkah kecil yang diharapkan menjadi gerbang menuju perlindungan menyeluruh bagi para buruh sawit di Kalimantan Barat. (T2)