InfoSAWIT, BANDUNG – Diakui mekanisasi di perkebunan kelapa sawit menjadi sebuah keniscayaan, dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Walaupun saat ini di Indonesia masih tersedia tenaga kerja namun kesulitan mencari tenaga kerja mulai dirasakan bagi sebagian perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Tutur Chief Operational Officer PT Sampoerna Agro Tbk, Parluhutan Sitohang, pilihan menerapkan mekanisasi di perkebunan kelapa sawit lantaran mulai banyak orang saat ini yang memilih pekerjaan yang tidak berada di lokasi pelosok.
“Sebab itu mekanisasi bisa saja dilakukan dengan pola kombinasi dan itu sangat dimungkinkan, misalnya kombinasi antara manual dengan mekanisasi atau sebaliknya,” katanya kepada InfoSAWIT di sela-sela Seminar Nasional Planters Indonesia (SNPI) ke 2, di Bandung, Oktober 2022 lalu.
BACA JUGA: Prof Tien, Sang Srikandi Pemegang Tiga Hak Paten Kelapa Sawit
Kata Parluhutan, ini dilakukan lantaran tergantung kepada kondisi perusahaan tersebut, bisa saja dengan alasan finansial atau asalan topografi lahannya dimungkinan untuk mekanisasi atau tidak, misalnya apakah lahan perkebunan kelapa sawit nya bertipe basah atau kering. “Ini perlu menjadi pertimbangan saat akan melakukan mekanisasi supaya hasilnya bisa maksimal,” katanya.
Pertimbangan lainnya, perkebunan kelapa sawit memiliki periode masa produksi tinggi atau peak season, termasuk periode dimana terdapat situasi jumlah hari kerja rendah karena banyak hari libur, semisal bulan ramadhan dan lebaran Idul Fitri.
BACA JUGA: Ini dia 8 Emiten Perkebunan Sawit dengan Net Profit Margin Tertinggi
“Pada masa kondisi jumlah pekerja lebih rendah dari biasanya, akan terasa sangat kesulitan dalam memenuhi hasil produksi, dalam kondisi ini bisa dilakukan dengan mekanisasi, dengan demikian penerapan mekanisasi dianggap memiliki beberapa keunggulan dalam satu sisi, termasuk penerapan mekanisasi bisa lebih presisi dan tepat dosisi seperti pada aplikasi pemupukan,” katanya. (T2)