InfoSAWIT, JAKARTA – Jelang KTT Asean di Jakarta Mei 2023 ini, Presiden Joko Widodo mengatakan tanpa kerja sama yang kuat, kedua negara produsen minyak sawit, Indonesia dan Malaysia akan kesulitan mengatasi praktik diskriminatif Uni Eropa (UE).
“Jangan lihat Indonesia dan Malaysia saling bersaing, ujung-ujungnya kita sama-sama kalah. Kita perlu bersatu, Saya yakin kita bisa menghadapi dan menyelesaikan ini jika kita berdiri bersama,” katanya seperti dilansir News Straits Times, belum lama ini.
Dia mengatakan Indonesia, yang menjadi ketua ASEAN tahun ini, akan terus memperjuangkan upaya untuk meyakinkan UE bahwa praktik mereka sesuai dengan peraturan baru yang ketat tentang deforestasi.
BACA JUGA: Perusahaan Sawit Ngemplang Pajak, Bakal Dikenakan Pinalti
“Sebanyak 16 juta orang di Indonesia bekerja di industri kelapa sawit, Indonesia akan terus memperjuangkan ini, kami tidak ingin melihat adanya praktik diskriminatif,” kata Presiden Jokowi.
Desember 2022 lalu, UE menyetujui undang-undang baru yang mewajibkan perusahaan untuk memastikan bahwa komoditas yang dijual di UE tidak berasal dari lahan yang rusak atau digunduli (deforestasi). Komoditas seperti kayu, karet, daging sapi, kulit, kakao, kopi, minyak kelapa sawit dan kedelai tidak akan masuk ke pasar UE kecuali terbukti “bebas deforestasi”.
Indonesia dan Malaysia — yang menyumbang sekitar 80 persen dari produsen minyak sawit dunia — telah mengadukan gugutan kasus terpisah di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang menyatakan tindakan tersebut diskriminatif dan merupakan hambatan perdagangan.
BACA JUGA: SMILE Wadah Kolaborasi Petani Kelapa Sawit Swadaya Berkelanjutan
Produsen minyak sawit mengatakan mereka telah mengambil langkah-langkah untuk memenuhi persyaratan UE, termasuk meningkatkan standar sertifikasi minyak sawit berkelanjutan nasional mereka dan meningkatkan standar perlindungan lingkungan dan keamanan pangan, tetapi UE terus memberlakukan pembatasan baru. (T2)