InfoSAWIT, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan sejumlah aksi mitigasi yang dapat diterapkan dalam subsektor kelapa sawit guna berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca, salah satunya adalah penggunaan biofuel dalam transportasi di industri kelapa sawit.
Subkoordinator Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementan, Dimas Nugraha Suryanata, menjelaskan bahwa, penggunaan bahan bakar fosil dalam transportasi berpotensi meningkatkan emisi gas rumah kaca, sebab itu penggunaan bakar ramah lingkungan seperti biodiesel dapat membantu mengurangi angka emisi karbon.
Kendati data persentase penurunan emisi karbon dari penggunaan biodeisel dalam transportasi sektor kelapa sawit belum tersedia, Dimas menjelaskan bahwa pengangkutan buah sawit dari kebun ke pabrik umumnya melibatkan jarak yang tidak terlalu jauh. Dengan mengganti bahan bakar konvensional dengan biodiesel, memiliki potensi untuk melakukan mitigasi emisi.
Selain penggantian bahan bakar dalam transportasi industri kelapa sawit, manajemen lahan juga merupakan aksi penting yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dalam sektor kelapa sawit.
“Konversi lahan perkebunan kelapa sawit dari lahan dengan stok karbon yang lebih rendah, seperti tanah terlantar, rumput, dan semak belukar, dapat membantu meningkatkan penyerapan karbon,” katanya dalam acara Webinar bertajuk “Kontribusi Industri Sawit Terhadap Net Zerro Emissions Indonesia, yang dihadiri InfoSAWIT, Rabu, (24/5/2023).
Namun demikian Ia juga menegaskan bahwa jika konversi lahan dilakukan dari tutupan hutan, hal ini justru akan menghasilkan emisi yang lebih tinggi.
Selain itu, Dimas mendorong agar Sarana Prasarana Kebakaran Lahan dan Kebun (Sarpras Karlabun) selalu memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 5 Tahun 2018. Hal ini mencakup ketersediaan pompa, selang, dan menara api untuk penanganan kebakaran lahan perkebunan.