InfoSAWIT, JAKARTA – Belum lama ini Presiden Joko Widodo membentuk Satgas Tata Kelola Sawit dengan menerbitkan Keputusan Presiden nomor 9 tahun 2023 tentang Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit. Satgas ini dipimpin oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dan beranggotakan 18 Kementerian/Lembaga terkait.
Salah satu penyebab dibentuknya Satgas ini adalah untuk menjawab lambatnya proses penyelesaian sawit dalam kawasan hutan oleh KLHK, mengingat batas waktu penyelesaian dalam UUCK Pasal 110A dan Pasal 110B dibatasi hanya sampai dengan 2 November 2023.
Menurut Paparan KLHK dalam acara sosialisasi Penyelesaian Sawit Dalam Kawasan Hutan yang diadakan Senin (17/7/2023) di Hotel Sultan, Jakarta, dinyatakan bahwa total sawit dalam kawasan hutan di Indonesia seluas 3.374.041 hektar, dengan rincian di dalam kawasan hutan konservasi 91.074 hektar, hutan lindung 155.119 hektar, hutan produksi tetap 501.572 hektar, hutan produksi terbatas 1.497.421 hektar dan hutan produksi konversi 1.128.854 hektar.
BACA JUGA: Berikut Karakteristik Biodiesel Sawit Saat Digunakan Pada Kendaraan dan Alat Berat
Hingga April 2023, KLHK telah menerbitkan 12 Surat Keputusan Menteri yang berisi ribuan subyek hukum pelaku usaha sawit tanpa izin dalam kawasan hutan dengan luas 913.350 hektar, dengan demikian masih terdapat 2.223.180 hektar yang belum diproses dan belum diterbitkan Surat Keputusan oleh KLHK. Dari yang belum diproses KLHK tersebut, terdapat 514.886 hektar telah teridentifikasi milik masyarakat dan 1.708.294 hektar belum teridentifikasi.
Untuk mengakselerasi atau mempercepat pekerjaan KLHK tersebut, Satgas Tata Kelola Sawit telah membuat terobosan baru dengan mewajibkan pelaku usaha korporasi perkebunan sawit dalam kawasan hutan melakukan pendaftaran secara mandiri melalui Sistem Informasi Perizinan Perkebunan atau dikenal dengan Siperibun, dengan batas waktu 2 Agustus 2023. Apabila lewat batas waktu tersebut tidak melakukan pendaftaran secara mandiri melalui Siperibun, maka pelaku usaha dalam kawasan hutan akan dikenakan sanksi pidana kehutanan oleh penegak hukum.
Tenurial Kawasan Hutan
Perkebunan sawit dalam Kawasan Hutan tanpa izin sebenarnya merupakan salah satu isu dalam konflik tenurial kawasan hutan antara pelaku usaha peroranganan dan badan hukum dengan negara cq Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terjadi sejak lama, dan tanpa jelas arah resolusinya.
BACA JUGA: Mentan Syahrul Yasin Limpo: Kita Berpihak Kepada Petani Adalah Kewajiban
Arah resolusinya baru terlihat setelah lahirnya UUCK pada Novemberi 2021. Kendati syarat kontroversi, UUCK telah memberikan semangat resolusi konflik yang kuat bagi pelaku usaha sawit dalam kawasan hutan. Semangat itu dapat ditemui dalam Pasal 110A dan 110B UUCK. Kedua Pasal tersebut mengamanatkan resolusi konflik usaha sawit tanpa izin dalam kawasan hutan diselesaikan dengan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dan ultimum remedium. (*)