InfoSAWIT, JAKARTA – Uni Eropa secara resmi menabuh genderang perang dagang terbuka pada Indonesia dan Malaysia melalui kebijakan EUDR (European Union Deforestation Regulation) yang diumumkan pada 6 Desember 2022. Kebijakan ini memberikan masa tenggang hingga awal 2025, mengharuskan operator dan pedagang yang berurusan dengan barang dan turunannya dari tujuh komoditas – peternakan, kakao, kopi, kelapa sawit, karet, kedelai, dan kayu – untuk melakukan uji tuntas yang ekstensif di seluruh rantai pasok.
Tujuan utama kebijakan deforestation-free ini adalah untuk melindungi hutan dan mencegah terjadinya deforestasi di seluruh dunia. Kebijakan serupa juga diterapkan oleh beberapa negara dan kawasan, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Namun, khusus untuk kelapa sawit, Uni Eropa telah lama melakukan kampanye hitam. Pada tahun 1990-an, mereka menuding kelapa sawit sebagai komoditas yang boros air dan tidak sehat. Pada tahun 2004, mereka menciptakan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) sebagai upaya menghambat ekspor minyak sawit ke Eropa dengan alasan lingkungan. Kini, dengan EUDR, mereka meluncurkan hambatan secara terbuka untuk menekan Indonesia dan Malaysia.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Kaltim Periode I-Juni 2024 Turun Tipis, Cenderung Stagnan
Melihat sejarahnya, sikap Eropa yang dianggap selalu merasa paling benar dan kuat tidaklah mengherankan. Bangsa Eropa seperti Inggris, Belanda, Perancis, dan Portugis dikenal sebagai penjajah yang memerlukan bahan baku dari negara jajahannya.
Eropa dan Amerika sering menganggap Indonesia lebih rendah, suatu pandangan yang harus dilawan. Negara-negara Eropa sebenarnya miskin sumber daya alam dan mencari bahan baku sampai ke Afrika, Asia, bahkan Australia dan Amerika. Mereka mengira Indonesia dan Malaysia dapat ditekan begitu saja. Namun, barrier berupa peraturan dari Eropa ini sebenarnya rapuh dan dapat dipatahkan dengan mudah.
Indonesia dan Malaysia menguasai sekitar 80% dari produksi minyak sawit dunia, dengan produksi Indonesia sebesar 46,9 juta ton dan Malaysia sebesar 18,7 juta ton. Minyak sawit telah digunakan untuk biodiesel dan sebentar lagi akan digunakan untuk bensin sawit, sehingga tanpa menjual ke Eropapun sebenarnya tidak masalah bagi Indonesia dan Malaysia.
BACA JUGA: BPDPKS Adakan Workshop UKMK Bertema Oleofood Berbahan Sawit di Solo
Indonesia adalah pionir dalam pembuatan bio-diesel dan bensin sawit. Dalam hitungan bisnis, justru Eropa yang akan merugi jika ekspor tambang seperti nikel dan batu bara dihentikan, yang dapat menyebabkan penutupan banyak industri di Eropa dan pemutusan hubungan kerja besar-besaran. Eropa harus berpikir panjang jika ingin berperang dengan Indonesia.