InfoSAWIT, JAKARTA – Permasalahan yang kerap dialami pekerja perempuan di perkebunan kelapa sawit diantaranya, Perlindungan K3 yang kurang memadai, lantas tidak adanya perjanjian kerja antara pekerja perempuan dengan majikan/perusahaan, penerimaan upah tidak sesuai ketentuan dan jam kerja yang overload, tidak terpenuhinya hak pekerja perempuan di bidang reproduksi seperti hak memperoleh istirahat hamil, istirahat melahirkan, istirahat keguguran, dan menyusui, tidak tersedianya fasilitas penitipan anak di tempat mereka bekerja.
“Serta tidak tersedianya fasilitas antar jemput ke tempat mereka bekerja,” kata Rafail Walangitan yang kala itu masih menjabat sebagai Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.
Sebab itu pemerintah telah mengeluarkan regulasi dalam upaya perlindungan pekerja perempuan, pertama, Konvensi Penghapusan diskriminasi Terhadap Perempuan atau CEDAW (1984), mewajibkan negara dan pemerintah untuk tidak melakukan praktek- praktek diskriminasi terhadap perempuan, khususnya di bidang ketenagakerjaan.
BACA JUGA: Kedepankan Solusi Untuk Permasalahan Gender di Perkebunan Sawit
Kedua, Pasal 28D ayat 2 UUD NRI 1945 yaitu bahwa “setiap orang berhak untukbekerja sertamendapat imbalandan perlakuan yang adil dan layak dalamhubungan kerja.” Ketiga, arahan Presiden point 3 tentang “Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”
Keempat, PermenPPPA No. 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja. Dikatakan Rafail Walangitan, pihaknya dalam upaya melindungi pekerja perempuan telah menerbitkan Peraturan Menteri PPPA No. 5 tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja Yang Responsif Gender dan Peduli Anak di Tempat Kerja sebagai bentuk pemenuhan hak pekerja perempuan dalam rangka peningkatan produktivitas kerja.
Dimana penerapan kebijakan itu dilakukan melalui, pelaksanaan Gerakan Pekerja/Buruh Perempuan Sehat Produktif (GP2SP), ini menjadi komitmen bersama antara KemenPPPA dengan 3 Kementerian lain yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan yang dituangkan melalui Perjanjian Kerja Sama Nomor: 24/KPPPA/Dep-2/07/2017 tentang Pelaksanaan Gerakan Pekerja/Buruh Perempuan Sehat Produktif (GP2SP).
BACA JUGA: Ratusan Petani Ikuti Sosialisasi dan Bimtek Peremajaan Sawit Rakyat di Medan
Kata Rafail Walangitan, ini juga merupakan upaya pemerintah, masyarakat, pemberi kerja, dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggalang dan berperan serta dalam meningkatkan kepedulian dan mewujudkan upaya perbaikan kesehatan pekerja/buruh perempuan sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas generasi penerus.
Bentuk dari kegiatan tersebut diantaranya, pertama, pelayanan Kesehatan reproduksi pekerja/buruh perempuan, kedua, deteksi dini penyakit tidak menular pada pekerja/buruh perempuan, ketiga, pemenuhan kecukupan gizi pekerja/buruh perempuan, keempat, peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja dan kelima, pengendalian lingkungan kerja bagi pekerja/buruh perempuan berisiko.