InfoSAWIT, JAKARTA – Selama satu dekade terakhir, berbagai negara di dunia telah berupaya keras mengurangi deforestasi. Langkah-langkah konkret seperti memberlakukan moratorium dan meningkatkan transparansi dalam rantai pasokan telah diterapkan untuk menjaga kelestarian hutan. Meski begitu, Uni Eropa melaporkan bahwa deforestasi dan degradasi hutan masih terjadi pada tingkat yang mengkhawatirkan, menyumbang lebih dari 10% emisi gas rumah kaca global.
Sebagai respons, pada akhir 2022, Komisi Uni Eropa menetapkan Regulasi Uni Eropa Bebas Deforestasi (EUDR). Regulasi ini memberikan masa tenggang hingga awal 2025 sebelum diberlakukan secara penuh. Namun, kebijakan ini tidak segera diterapkan pada pelaku usaha UMKM di Uni Eropa, yang baru akan efektif pada Juni 2025 atau setengah tahun lebih lambat dibandingkan dengan negara lain.
Regulasi ini mencakup tujuh komoditas berisiko tinggi yaitu kayu, kedelai, minyak sawit, kopi, coklat, daging sapi, dan karet, serta produk turunannya seperti coklat, kulit, dan kertas. Perusahaan dilarang memasukkan produk-produk tersebut ke pasar Uni Eropa kecuali jika mereka dapat membuktikan bahwa produk tersebut tidak terkait dengan deforestasi.
BACA JUGA: 84 Petani Sawit Swadaya Anggota APKSSM Tingkatkan Kualitas SDM, Untuk Kebun Sawit Berkelanjutan
Kebijakan EUDR memang tidak langsung berdampak pada petani sawit kecil, karena mereka umumnya tidak menjual hasil produksi langsung ke Uni Eropa tanpa perantara perusahaan besar. Namun, dampaknya akan tetap dirasakan secara tidak langsung. Ketika Uni Eropa memberlakukan pembatasan pada perusahaan pengolah, petani sawit akan terdampak karena produk mereka juga tidak akan diterima di pasar Uni Eropa.
Di dalam negeri, persyaratan EUDR bisa digunakan oleh perusahaan untuk menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit, terutama bagi petani-petani swadaya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan pabrik sehingga produk mereka dianggap tidak dapat dilacak. Oleh karena itu, regulasi yang jelas sangat penting untuk mengatur tata niaga sawit sekaligus memperkuat tata kelola produksi sawit. Regulasi ini diperlukan untuk memastikan traceability dan inklusi petani dalam rantai pasokan Uni Eropa.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Kaltim Periode II-Juni 2024 Naik Rp 43,68 Per Kg, Cek Harganya..
Lalu, bagaimana kondisi ini mesti disikapi? Bagaimana para stakeholder dapat memastikan kebijakan ini tidak berdampak buruk pada rantai pasok? Isu ini dibahas lebih lanjut dalam Rubrik Fokus Majalah InfoSAWIT Edisi Juni 2024. (T2)