InfoSAWIT, LUWU TIMUR – Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balai Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi kembali melimpahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dalam kasus pengrusakan Cagar Alam (CA) Faruhumpenai. Tersangka berinisial FS (45), pemodal sekaligus penyewa alat berat dalam kasus ini, diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Luwu Timur pada 2 Juli 2024.
Dalam perkembangan sebelumnya, penyidik telah melakukan pelimpahan tahap II terhadap dua tersangka lainnya, IL (49) dan ED (43), yang bertindak sebagai penanggung jawab lapangan. Kedua tersangka sempat melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Malili, namun gugatan mereka ditolak. Dalam putusan Pengadilan Negeri Malili Nomor 1/Pid.Pra/2024/PN MII pada 24 April 2024, Hakim Ardy Dwi Cahyono, S.H., menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya.
Kasus ini bermula dari laporan Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan terkait kegiatan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di kawasan CA Faruhumpenai. Menanggapi laporan tersebut, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi melakukan operasi gabungan dan berhasil mengamankan satu unit excavator dan satu unit chainsaw, serta menangkap dua penanggung jawab lapangan, IL dan ED.
BACA JUGA: Amerika Serikat Perluas Dukungan Program Sawit melalui ILO di Kabupaten Simalungun
Penyidik telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Tiga tersangka, IL, ED, dan FS, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Luwu Timur dan segera disidangkan. Dua tersangka lainnya, IW dan RB, yang merupakan pemilik lahan, masih dalam daftar pencarian orang (DPO) karena mangkir dari panggilan penyidik. IW telah berhasil ditangkap setelah buron selama tiga bulan, sementara RB masih dalam upaya pencarian.
Para pelaku dijerat atas pelanggaran Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf “a” Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada Pasal 36 angka 17 dan angka 19 UU No. 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, dan/atau Pasal 40 ayat (1) Jo Pasal 19 ayat (1) UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana paling tinggi lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 7,5 miliar.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun, mengungkapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penanganan kasus ini, termasuk Polda Sulawesi Selatan, Kejaksaan, TNI, dan BBKSDA Sulawesi Selatan. “Berkas tersangka IL, ED, dan FS telah kami limpahkan ke JPU Kejaksaan Negeri Luwu Timur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di meja hijau. Kami berharap hukuman yang diberikan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku,” kata Aswin dalam keterangan resmi diperoleh InfoSAWIT ditulis Selasa (9/7/2024).
BACA JUGA: Polres Kotabaru Tindak Perusak Kebun Sawit di Bangkalaan Melayu
Aswin menambahkan bahwa penyidik akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengidentifikasi keterlibatan pelaku lain, termasuk pemodal dan aktor intelektual. “Hasil sementara dari pengembangan kasus ini, kami telah menetapkan tiga tersangka baru. Total ada lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dan dua di antaranya, IW dan RB, berstatus DPO. Saat ini, IW sudah tertangkap setelah tiga bulan buron, sehingga menyisakan RB yang masih dalam upaya pencarian,” katanya.