InfoSAWIT, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menginisiasi kelembagaan kakao dan kelapa guna menjamin ketersediaan bahan baku industri, menjaga kelangsungan industri, serta meningkatkan daya saing dan nilai tambah. Presiden Joko Widodo telah melaksanakan rapat terbatas mengenai Badan Pengelola Dana Kakao dan Kelapa di Jakarta, Rabu (10/7/2024) lalu.
Rapat terbatas tersebut memutuskan bahwa pengelolaan kakao dan kelapa dilimpahkan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan membentuk dua deputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa. Penghimpunan dana akan tetap dilakukan melalui skema pungutan ekspor yang dikelola langsung oleh BPDPKS.
“BPDPKS sudah mempunyai dana besar yang bisa dipakai untuk sektor kakao dan kelapa sehingga bisa berjalan segera,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan hasil rapat terbatas tersebut, dalam keterangan resmi diperoleh InfoSAWIT, ditulis Jumat (12/7/2024).
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Sulbar Periode Juli 2024 Ditetapkan Tertinggi Rp 2.547,40/kg
Indonesia pernah menduduki peringkat ketiga sebagai negara penghasil biji kakao hingga tahun 2015, namun saat ini berada pada peringkat ketujuh. Dari sisi industri, Indonesia sejauh ini menjadi salah satu produsen dan pengekspor keempat produk olahan kakao di dunia pada tahun 2023. Selama periode 2015-2023, terjadi penurunan produksi kakao Indonesia sebesar 8,3% per tahun dan peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton.
Pertumbuhan industri pengolahan kakao belum dibarengi dengan ketersediaan bahan baku, menyebabkan 9 dari 20 perusahaan berhenti beroperasi. Industri pengolahan kakao saat ini harus mengimpor 62% bahan baku biji kakao.
BACA JUGA: CPOPC di Forum PBB Bahas Minyak Sawit Untuk untuk Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Sementara itu, hilirisasi kelapa masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku kelapa belum optimal dan masih ada kelapa bulat yang diekspor. Hal ini mengakibatkan utilisasi industri pengolahan kelapa masih sekitar 55%. Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan global, sehingga masih terdapat ruang peningkatan hilirisasi kelapa yang sangat besar. (T2)