InfoSAWIT, RIAU – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mendorong pemanfaatan gas metana yang dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit (POME) untuk mendukung target iklim Indonesia sekaligus skema perdagangan karbon yang sedang digalakkan.
Dalam kunjungan ke salah satu perusahaan sawit di Kabupaten Pelalawan, Riau, Sabtu, Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan pentingnya pemanfaatan gas metana, termasuk untuk pembangkit listrik, yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan.
“Produksi metana dari industri kelapa sawit di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan kajian, sekitar 500 pabrik crude palm oil (CPO) menghasilkan hampir 900 ribu ton metana per tahun. Jika dikonversi menjadi ekuivalen karbon dioksida, jumlahnya mencapai sekitar 36 juta ton CO2,” ujar Hanif Faisol Nurofiq dikutip InfoSAWIT dari Antara, Selasa (26/11/2024).
BACA JUGA: Kabupaten Seruyan Tegaskan Komitmen Keberlanjutan melalui Sertifikasi RSPO Yurisdiksi
Metana, yang dihasilkan dari limbah organik, memiliki potensi pemanasan global 25 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida. Dengan menangkap dan memanfaatkan metana, industri dapat menghasilkan energi berupa listrik atau bahan bakar sekaligus mengurangi dampak lingkungan yang merugikan.
Hanif menekankan bahwa potensi ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian target iklim Indonesia, sekaligus meningkatkan reputasi negara di tingkat internasional. “Jika kita dapat mengoptimalkan pemanfaatan metana, hal ini tidak hanya mendukung target iklim kita, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai pemimpin dalam praktik keberlanjutan,” tambahnya.
Untuk memastikan implementasi yang efektif, KLH sedang menyusun peta jalan pemanfaatan metana, termasuk mekanisme insentif dan disinsentif. Rencana tersebut juga mempertimbangkan keberagaman kemampuan perusahaan sawit dalam mengadopsi inisiatif ini.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 1,02 Persen Pada Senin (25/11), Harga CPO di Bursa Malaysia Melonjak
Selain itu, pemanfaatan metana ini juga sejalan dengan dorongan pemerintah untuk memperluas perdagangan karbon, memberikan peluang bagi industri untuk memonetisasi praktik berkelanjutan.
“Upaya ini membutuhkan akselerasi dan pendekatan bertahap, karena skema yang diterapkan mungkin berbeda di setiap level. Kami sedang menyusun kerangka kerja ini bersama-sama,” jelas Hanif Faisol Nurofiq.
Dengan menangkap emisi metana dan mengubahnya menjadi energi, industri kelapa sawit dapat berperan besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia. Inisiatif seperti ini diharapkan mampu mendukung komitmen iklim nasional sekaligus mendorong praktik keberlanjutan di salah satu sektor ekonomi utama negara. (T2)