InfoSAWIT, JAKARTA – Pemerintah Indonesia berencana menaikkan pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) menjadi 10% dari sebelumnya 7,5% berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan. Langkah ini dilakukan untuk mendukung implementasi program biodiesel B40 yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa peningkatan pungutan ini akan menjadi sumber pendanaan utama insentif biodiesel, yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Pendanaan berasal dari dana BPDPKS. Kita akan menaikkan pungutan menjadi 10% dan mengutamakan penggunaannya untuk public service obligation (PSO),” kata Airlangga dikutip InfoSAWIT, dari bloombergtechnoz, Sabtu (21/12/2024).
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Withdraw Pada Jumat (20/12), Harga CPO Mingguan Melorot 4,32 Persen
Peningkatan tarif pungutan ekspor tersebut akan berlaku setelah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur perubahan ini diterbitkan. Namun, Airlangga belum memberikan detail mengenai tarif baru untuk produk olahan sawit lainnya.
Saat ini, tarif pungutan ekspor CPO diatur dalam PMK Nomor 62 Tahun 2024, dengan tarif sebesar 7,5% dari harga referensi Kementerian Perdagangan. Untuk produk olahan sawit lainnya, tarif pungutan berkisar antara 3% hingga 6%.
Langkah pemerintah ini juga menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai risiko keberlanjutan pembiayaan insentif biodiesel. Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2024, BPK menyebutkan bahwa pengelolaan dana BPDPKS belum sepenuhnya memperhatikan aspek keberlanjutan.
BACA JUGA: Desakan Pembentukan Badan Khusus Sawit untuk Perbaiki Tata Kelola
BPK mencatat bahwa belanja insentif biodiesel mencapai 90% dari total penggunaan dana BPDPKS, melampaui kebijakan anggaran yang telah ditetapkan. Kondisi ini menimbulkan risiko terhadap keberlanjutan program biodiesel, terutama jika sumber pendanaan tidak memadai.
“Program penyediaan dan pemanfaatan biodiesel berisiko mengalami kesulitan pendanaan, yang dapat mengganggu tujuan BPDPKS,” tulis laporan BPK.
Implementasi biodiesel B40 dianggap sebagai salah satu langkah strategis pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus meningkatkan penyerapan CPO domestik. Program ini diharapkan mampu memberikan dampak positif pada industri kelapa sawit dan memperkuat keberlanjutan ekonomi di sektor energi terbarukan.
BACA JUGA: Perkuat Kurikulum Sawit, Tiga Dosen Politeknik Aceh Magang di PT ASN Meulaboh
Namun, tantangan keberlanjutan pendanaan dan pengelolaan insentif menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan BPDPKS untuk memastikan bahwa program ini tidak hanya berjalan, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi seluruh pemangku kepentingan. (T2)