Perkumpulan Pemantau Sawit Ajukan Uji Materi UU Pencegahan Perusakan Hutan

oleh -939 Dilihat
Editor: Redaksi InfoSAWIT
InfoSAWIT
Dok. Sawit Fest 2021/Foto: Raisan Al Farisi / Ilustrasi kebun sawit dan kawasan hutan.

InfoSAWIT, JAKARTA – Perkumpulan Pemantau Sawit (PPS) mengajukan uji materi terhadap Pasal 12A, Pasal 17A, dan Pasal 110B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H), yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Mereka berpendapat bahwa pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga merugikan secara konstitusional kelompok masyarakat rentan dan pekebun sawit kecil.

Dalam sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (24/12), kuasa hukum PPS, Arif Suherman, menyatakan bahwa regulasi tersebut menghambat upaya menciptakan perkebunan sawit berkelanjutan yang bebas deforestasi. “Ketentuan ini tidak berpihak pada masyarakat adat dan pekebun sawit skala kecil,” ujarnya dikutip InfoSAWIT, Jumat (27/12/2024).


PPS menilai pemberlakuan sanksi administratif dalam UU P3H hanya menjadi upaya pemutihan bagi perusahaan besar yang beroperasi di dalam kawasan hutan. Nurhanudin Achmad, Koordinator Badan Pengurus PPS, menegaskan bahwa kebijakan ini cenderung memberikan keuntungan bagi korporasi besar, tanpa memberikan solusi konkret bagi masyarakat adat dan pekebun kecil yang telah lama hidup di kawasan hutan.

BACA JUGA: Dirut PalmCo: Sawit Penopang Ekonomi Bangsa dan Ketahanan Nasional

Pemohon juga menyoroti ketentuan yang mewajibkan masyarakat adat dan pekebun untuk terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan. Menurut mereka, ini berpotensi menimbulkan tindakan represif oleh pemerintah terhadap mereka yang belum terdaftar. “Pemerintah seharusnya bertindak persuasif dengan melakukan pendaftaran proaktif bagi masyarakat adat,” tambah Arif.

Dalam petitum, PPS meminta MK menyatakan sejumlah ketentuan dalam Pasal 12A, Pasal 17A, dan Pasal 110B UU P3H bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga meminta Mahkamah menafsirkan ulang pasal-pasal tersebut agar lebih berpihak pada keadilan sosial dan perlindungan hukum bagi masyarakat adat dan pekebun kecil.

 

Nasihat Hakim

Majelis Hakim Panel yang diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan waktu 14 hari kepada PPS untuk memperbaiki permohonan. Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan agar PPS memperkuat legal standing dengan melampirkan bukti kegiatan advokasi yang telah dilakukan.

BACA JUGA: Pemda Bengkulu Selatan Targetkan Pendataan Kebun Sawit Rakyat di Atas 50 Persen pada 2025

“Kegiatan advokasi perlu diuraikan secara jelas untuk memperkuat kedudukan hukum pemohon,” kata Daniel. Hakim Ridwan Mansyur juga mengingatkan PPS untuk berhati-hati dalam menjelaskan implikasi pasal-pasal tersebut terhadap masyarakat adat.

Sidang lanjutan akan digelar setelah batas waktu perbaikan berkas, yakni 6 Januari 2025. Perkara ini menjadi perhatian banyak pihak, mengingat dampaknya terhadap kebijakan keberlanjutan sawit dan perlindungan masyarakat adat. (T2)

InfoSAWIT

Dapatkan update berita seputar harga TBS, CPO, biodiesel dan industri kelapa sawit setiap hari dengan bergabung di Grup Telegram "InfoSAWIT - News Update", caranya klik link InfoSAWIT-News Update, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


Atau ikuti saluran Whatsapp "InfoSAWIT News", caranya klik link InfoSAWIT News dan Group Whatsapp di InfoSAWIT News Update

Untuk informasi langganan dan Iklan silahkan WhatsApp ke Marketing InfoSAWIT_01 dan Marketing InfoSAWIT_02 atau email ke sawit.magazine@gmail.com