InfoSAWIT, JAKARTA – Ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) dan High Acid Palm Oil Residue (HAPOR) mencatatkan tren signifikan, melampaui volume ekspor Crude Palm Oil (CPO). Data menunjukkan, pada Januari–Oktober 2024, ekspor POME dan HAPOR mencapai 3,45 juta ton, sementara ekspor CPO hanya sebesar 2,70 juta ton. Lonjakan ini juga terlihat pada 2023, dengan ekspor POME dan HAPOR mencapai 4,87 juta ton, jauh melampaui ekspor CPO yang tercatat sebesar 3,60 juta ton.
Selama lima tahun terakhir (2019–2023), ekspor POME dan HAPOR tumbuh rata-rata 20,74 persen per tahun, sedangkan ekspor CPO justru menurun sebesar 19,54 persen per tahun. Menteri Perdagangan Budi Santoso, atau yang dikenal sebagai Mendag Busan, menyebut volume ekspor residu ini telah jauh melebihi kapasitas wajar.
“Secara normal, kapasitas ekspor residu seperti POME dan HAPOR seharusnya hanya sekitar 300 ribu ton. Namun, data menunjukkan adanya pencampuran CPO dengan POME atau HAPOR, sehingga volume ekspor membengkak,” ujar Mendag Busan, dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Jumat (10/1/2025).
BACA JUGA: Guru Besar UGM Tawarkan 2 Solusi Dalam Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit
Mendag Busan memperingatkan, jika lonjakan ekspor ini terus berlangsung, maka ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng dan biodiesel di dalam negeri akan terancam. Hal ini juga dikhawatirkan berdampak pada implementasi program biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).
Sebagai respons, pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 yang resmi berlaku mulai 8 Januari 2025. Aturan ini merupakan revisi atas Permendag Nomor 26 Tahun 2024 yang mengatur lebih ketat ekspor produk turunan kelapa sawit seperti POME, HAPOR, dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO).
Permendag 2 Tahun 2025 mensyaratkan setiap ekspor produk turunan kelapa sawit untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) yang ditentukan melalui rapat koordinasi antarkementerian dan lembaga. Alokasi ekspor yang disepakati dalam rapat ini menjadi salah satu syarat utama penerbitan PE.
BACA JUGA: Mitigasi Dampak Perluasan Perkebunan Sawit
Namun demikian, eksportir yang telah memperoleh PE berdasarkan aturan sebelumnya tetap diperbolehkan melaksanakan ekspor hingga masa berlaku PE habis.
“Kebijakan ini bertujuan memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng rakyat serta mendukung pelaksanaan B40. Meski ada dampak pada eksportir, kepentingan industri dalam negeri tetap menjadi prioritas utama,” tegas Mendag Busan.
Mendag Busan berharap kebijakan ini mampu mengendalikan praktik ekspor residu yang berlebihan serta mengamankan pasokan bahan baku CPO di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga terus memantau dampak implementasi aturan ini terhadap sektor industri dan perdagangan.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Jambi Periode 10-16 Januari 2025 Melorot Rp 93,96/Kg
“Keberlanjutan industri minyak sawit nasional harus tetap terjamin, sehingga program prioritas pemerintah dapat berjalan dengan baik,” pungkas Mendag Busan. (T2)