InfoSAWIT, JAKARTA – Pemerintah akhirnya menetapkan kebijakan strategis untuk mengembangkan Bio-Solar menjadi B40, menggantikan rencana semula B50 pada 18 Agustus 2024. Langkah ini dianggap aman karena hanya mengurangi kuota ekspor minyak sawit sebesar 4 juta ton, sehingga tidak memicu gejolak harga di pasar internasional.
Pengembangan ini menjadi momentum penting mengingat luas perkebunan kelapa sawit nasional yang terus bertumbuh signifikan. Dari hanya 260.000 hektare pada 1973, mayoritas milik perkebunan negara, kini telah mencapai 16,8 juta hektare pada 2024. Dengan tambahan land bank seluas 3,2 juta hektare, total areal berpotensi mencapai 20 juta hektare.
Pemerintah berkomitmen menjamin ketersediaan energi dengan harga terjangkau. Namun, tantangan utama terletak pada peningkatan produksi. Dengan potensi pengembangan B40 bahkan hingga B100, minyak sawit Indonesia dapat menjadi penentu harga di pasar global.
BACA JUGA: Tren Ekspor POME Lampui Volume Ekspor CPO, Aturan Ketat Diberlakukan
Keunggulan B40 terlihat dari bilangan oktan 52,8 dan kandungan belerang hanya 1.500 ppm, menjadikannya kompatibel dengan mesin diesel Eropa dan Jepang. Hal ini diperkirakan akan mendorong peningkatan konsumsi biodiesel di 2025 dan seterusnya.
Meski demikian, dominasi perusahaan asing dalam produksi biodiesel menjadi perhatian. Perlu upaya strategis untuk mendorong partisipasi lebih besar dari perusahaan nasional.
Produktivitas minyak sawit Indonesia saat ini baru mencapai 35–36% dari potensi sebenarnya. Dengan curah hujan normal di 2025, produksi diperkirakan naik 2 juta ton menjadi 57 juta ton. Namun, perbaikan teknis dan dukungan stimulan pemerintah diperlukan untuk mendorong produktivitas lebih tinggi.
BACA JUGA: Guru Besar UGM Tawarkan 2 Solusi Dalam Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit
Salah satu kendala utama adalah penggunaan pupuk yang minim, rata-rata hanya 3 kg per pohon per tahun. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil tandan buah segar (TBS) hanya sekitar 13 ton per hektare per tahun. Dengan penambahan pupuk subsidi dan penerapan teknologi seperti Production Force Management, produktivitas dapat meningkat signifikan.
Dampak Subsidi Pupuk
Peningkatan subsidi pupuk untuk kelapa sawit dapat menjadi langkah strategis. Dengan asumsi penggunaan pupuk subsidi 11 juta ton, produktivitas minyak sawit nasional dapat meningkat hingga 65–70 juta ton. Subsidi ini tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga memberikan dampak positif terhadap pendapatan negara melalui pungutan ekspor dan bea keluar.
Misalnya, dengan ekspor minyak sawit 25 juta ton, pendapatan dari pajak ekspor mencapai Rp78 triliun. Jika ekspor mencapai 59 juta ton, pendapatan melonjak menjadi Rp181 triliun. Artinya, subsidi pupuk bukan beban, melainkan investasi yang memberikan keuntungan besar bagi negara.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Masih Withdraw Pada Kamis (9/1), Harga CPO di Bursa Malaysia Turun
Kebijakan ini juga membawa efek positif bagi sekitar 13,5 juta petani sawit. Namun, saat ini petani rakyat masih ikut mensubsidi pengguna Bio-Solar, sebuah kondisi yang perlu diperbaiki. Langkah seperti memperbanyak subsidi pupuk, mempermudah prosedur program replanting, dan fasilitasi rekayasa teknis agronomi dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.