InfoSAWIT, JAKARTA – Penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan yang berlaku universal, menjadi syarat utama akan keberadaan minyak sawit berkelanjutan. Berasal dari perkebunan kelapa sawit, keberadaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan diharapkan banyak orang, dapat memberikan kesejahteraan ekonomi berkelanjutan, dapatkah menjadi modal sosial bagi masyarakat?
Pemikiran akan adanya modal sosial telah muncul sejak awal abad ke 20. Berasal dari seorang pendidik di Amerika Serikat, Lyda Judson Hanifan yang memperkenalkan konsep modal sosial pertama kalinya. Dalam tulisannya berjudul The Rural School Community Centre, Hanifan menjelaskan tentang modal sosial bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarkat.
Menurut Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antar individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial. Tidak semata dilihat sebagai sebuah hasil melainkan lebih kepada prosesnya. Modal sosial mengalami pembentukan terus- menerus dan senantiasa mengakumulasi dirinya. Berakar kepada gagasan kepercayaan, norma dan jaringan informal serta percaya adanya relasi sosial sebagai sumber daya yang berharga.
BACA JUGA: Massa di Kuansing Bakar Mobil Pencuri Sawit Milik Kelompok Tani
Keberadaan modal sosial dapat menjadi rujukan bagi pengembangan minyak sawit berkelanjutan, pasalnya pemberdayaan akan sosial, lingkungan dan manusia menjadi triple bottom line yang saling bertautan. Tak sekedar mengejar keuntungan ekonomi semata, melainkan mampu mensinergikan kondisi sosial dan lingkungan dengan kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
Kendati pada minyak sawit berkelanjutan yang condong lebih pro kepada manusia, lingkungan dan keuntungan ekonomi, namun secara tersirat, makna akan pembangunan berkelanjutan jelas terungkap, sebagai visi panjang yang ingin diraih dalam mengembangkan minyak sawit berkelanjutan di masa depan.
Lantaran, kebutuhan manusia seringkali bermuara kepada kepentingan ekonomi, dimana aktivitas yang dilakukan, senantiasa mencari keuntungan ekonomi guna mengembangkan sosial dan lingkungan sekitarnya. Tentu saja, kebutuhan kehidupan manusia akan keuntungan materi menjadi tujuan bagi banyak orang.
BACA JUGA: B40: Langkah Strategis Menuju Net Zero Emission 2060
Kendati sulit meyakinkan akan pentingnya pemberdayaan sosial dan lingkungan, bagi dunia usaha seringkali konsen utama kepada keuntungan materi demi kelangsungan hidup usahanya. Seringkali konsen utama ini, menjadi tujuan besar dari berbagai agenda yang dilakukan pebisnis untuk membesarkan usaha yang dilakukannya.
Perkebunan kelapa sawit sendiri, sudah dikembangkan secara komersil lebih dari 113 tahun di Indonesia, memiliki peranan signifikan dalam mengembangkan suatu daerah pelosok menjadi maju dan sejahtera. Peranan perkebunan kelapa sawit di daerah pelosok yang serba tertinggal, secara perlahan namun pasti mulai berubah menjadi maju sejalan dengan pertumbuhan pokok tanaman kelapa sawit yang mulai berbuah dan meningkat hasil panennya.