InfoSAWIT, JAKARTA – Sebagai sumber minyak makanan, minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibanding minyak nabati lainnya. Keunggulan utama sebagai minyak makanan yang aman dan sehat dikonsumsi manusia dilengkapi dengan harga jual yang paling efisien. Selain itu, minyak sawit juga dikenal sebagai sumber energi terbarukan, produk bahan bakar nabati (BBN) yaitu biodiesel, dimana awal tahun 2025 akan dikonsumsi melalui mandatori B40.
Tentunya, keberadaan minyak sawit sebagai sumber minyak makanan, menimbulkan munculnya berbagai persepsi baru. Lantaran, sejak mulai digunakan sebagai bahan baku BBN, minyak sawit mendapatkan banyak pertanyaan hingga tudingan, dimana konteks keberadaan minyak sawit digunakan sebagai pasokan bahan bakunya.
Namun, konteks perdebatan Food Vs Fuel? Sepertinya sudah tidak relevan lagi dibicarakan, lantaran sejak mulai diterapkan mandatori B5 hingga B35 tahun lalu, minyak sawit mentah (CPO) selalu dapat dipasok sebagai bahan baku biodiesel. Terlebih, keberadaan minyak makanan yang berbahan baku CPO, juga senantiasa mencukupi bagi kebutuhan lainnya.
BACA JUGA: Berikut Proyeksi Harga Minyak Sawit di 2025
Menariknya, justru berasal dari pertumbuhan industri biodieselnya, kendati kian besar pasar mandatori yang diberikan penugasannya dari pemerintah, namun pertumbuhan industri biodiesel nasional tidak terlalu ekspansif. Ada apa sebenarnya?
Sebaliknya, pertumbuhan terbesar berasal dari industri minyak makanan (pabrik minyak goreng/refineri) yang kian membesar. Keberadaan pabrik minyak goreng juga terus bertambah banyak, jika dahulu hanya berada di kawasan pemukiman perkotaan, keberadaan pabrik minyak goreng dewasa ini, justru mendekatkan lokasinya ke sumber bahan baku yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit.
Fenomena baru ini, sekaligus menggembirakan bagi masyarakat luas. Lantaran, tumbuhnya banyak pabrik minyak goreng baru, di berbagai lokasi baru juga, menguntungkan masyarakat sebagai konsumennya. Pasalnya, penyebaran produk minyak goreng yang dahulu selalu mendapat hambatan dari armada logistiknya, kini sudah menyebar dan mudah didapatkan masyarakat luas.
BACA JUGA: Maratorium Sawit, Menguntungkan Lingkungan atau Justru Memangkas Ekonomi Sawit
Namun, persoalan baru pabrik minyak goreng terkini, juga masih menghadapi masalah klasik, dimana kapasitas produksi terpasang, masih beroperasi lebih rendah karena menyesuaikan kebutuhan pasar minyak goreng sawit. Alhasil, produksi yang jauh lebih rendah dari kapasitas terpasang pabrik, menjadikan biaya produksi minyak goreng sawit di Indonesia masih terbilang mahal.
Di sisi lain, keberadaan pabrik minyak goreng yang berada di belahan negara lain, terutama negara tujuan ekspor CPO Indonesia, justru kian gencar memproduksi minyak goreng sawit. Lantaran, kapasitas terpasang pabrik, pada umumnya menggunakan pasokan bahan baku utama dari minyak nabati lainnya, dan bahan baku alternatif berasal dari CPO. Alhasil, produksi minyak goreng nabati mereka jauh lebih efisien, karena dapat memaksimalkan kapasitas yang dimilikinya.
Secara otomatis, minyak goreng sawit asal Indonesia memiliki daya saing yang lebih rendah dibandingkan minyak goreng sawit yang dapat diproduksi langsung di pabrik minyak goreng yang berlokasi di negara-negara tertentu. Sebab itu, keberadaan pasar ekspor CPO Indonesia, juga masih menjanjikan di masa depan.
BACA JUGA: Optimalisasi Pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit untuk Keberlanjutan Industri Sawit
Kendati agak kontradiksi, dengan kebutuhan ketahanan pangan dan energi di Indonesia, namun swasembada minyak goreng sawit sudah sejak lama tercapai. Sedangkan keberadaan pasokan biodiesel guna memenuhi mandatori hingga B35 tahun lalu, juga senantiasa tercukupi. Artinya, pasokan bahan baku seperti CPO, akan selalu dapat tercukupi, melalui produksi yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit nasional, yang tersebar luas dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua.
Sehingga, kebutuhan pasar mandatori yang Tahun 2025 ini akan menjadi B40, hanya membutuhkan pasokan bahan baku sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, produksi CPO Indonesia senantiasa mengalami pertumbuhan produksi setiap tahunnya berkisar antara 5% hingga 11%. Sebab itu, hilirisasi industri sawit di Indonesia harus senantiasa terus berkembang.
Hilirisasi Sawit Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi.
Kebutuhan utama dari pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKS), sejatinya berasal dari regulasi Pemerintah Indonesia. Lantaran, seringkali terjadinya perubahan regulasi tanpa memperhatikan kondisi industrinya. Kecenderungan pemerintah, melihat persoalan berdasarkan data dan penjelasan pada ruang rapat semata. Sedangkan, kondisi nyata di lapangan, kurang mendapat perhatian serius dari aparatus pemerintahan.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 1,65 Persen Pada Jumat (7/2), Harga CPO Mingguan Melonjak
Pada konteks pengembangan IHKS, keberadaan pangan dan energi dapat dijadikan satu visi dalam pengembangannya. Lantaran, keberadaan industri sawit memiliki ciri khas tertentu yang tidak bisa disamakan dengan keberadaan industri minyak nabati lainnya. Semisal, ciri khas yang dimiliki minyak sawit sebagai satu-satunya minyak nabati yang memiliki mata rantai karbon terlengkap.
Mata rantai karbon terlengkap inilah, yang harus segera dijadikan acuan utama dalam menerapkan berbagai aturan regulasi pemerintah. Dimana, fokus pengembangan IHKS, dapat didorong melalui keunggulan daerahnya masing-masing. Semisal, Provinsi Sumatera Utara, didorong pengembangan IHKS melalui Kawasan Industri Sawit yang terintegrasi satu dengan lainnya. Jadi, kebutuhan minyak makanan dan biodiesel dapat terpenuhi pada suatu kawasan tertentu.
Merujuk pada arahan Presiden Parabowo saat memberikan pengarahan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 lalu. Presiden menyampaikan optimisme bahwa kelapa sawit akan terus menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Presiden Prabowo juga meminta seluruh elemen bangsa untuk menjaga komoditas ini sebagai aset strategis yang mampu membawa Indonesia menuju kemandirian ekonomi.
BACA JUGA: Kompleksitas Kemitraan Sawit: Antara Keadilan Sosial dan Kepastian Investasi
Ayo kita jaga bersama Sawit, mewujudkan Ketahanan Pangan dan Energi Indonesia!