InfoSAWIT, JAKARTA – Kebijakan moratorium sawit sebelumnya telah diterapkan semenjak Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kini kebijakan tersebut didorong untuk terus diterapkan. Hanya saja kebijakan tersebut kerap dihadapkan pada pro dan kontra, lantas apakah Moratorium itu menguntungkan atau justru membuat buntung ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2018, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 8/2018 tentang Penundaan Izin dan Evaluasi Perkebunan Sawit yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola yang berkelanjutan dan melestarikan lingkungan. Kebijakan ini bertujuan mengurangi deforestasi, kebakaran hutan, dan emisi karbon, sembari diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sawit tanpa ekspansi lahan. Sayangnya, kebijakan ini tidak dilanjutkan kembali pasca berakhir pada 2021.
Namun demikian merujuk hasil analisa Nailul Huda, analis dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), mencatat hasil analisis yang menunjukkan dampak positif moratorium perkebunan sawit terhadap ekonomi dan sosial di Indonesia. Menurutnya, penerapan moratorium ini penting untuk mempertimbangkan nilai sosial dan ekonomi jangka panjang, serta menjaga keseimbangan lingkungan yang terancam oleh perluasan lahan sawit tanpa kendali.
BACA JUGA:
Huda menjelaskan bahwa analisis dampak kebijakan moratorium sawit dilakukan menggunakan metode input-output, metode yang juga digunakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi berbagai kebijakan. Ia menekankan bahwa sektor sawit memiliki pengaruh signifikan terhadap berbagai sektor ekonomi, dan moratorium sawit bisa menghasilkan manfaat yang berkesinambungan dalam jangka panjang. “Melalui moratorium, kita bisa mencegah berbagai dampak sosial dan ekonomi negatif yang timbul dari pembukaan lahan baru secara masif,” ujarnya, dalam Diskusi Publik bertajuk “Menghentikan Pemberian Izin Sawit (Perspektif Ekonomi & Lingkungan) : Gagasan Perbaikan Tata Kelola Sawit Bagi Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran”, diikuti InfoSAWIT, awal November 2024.
Dalam perhitungan CELIOS, jika diterapkan skema non moratorium maka akan muncul biaya sosial sebesar Rp 47 juta per hektar pada 44% lahan sawit sengketa. Moratorium perkebunan sawit diharapkan dapat menurunkan angka konflik lahan dan mendukung peningkatan produktivitas tanpa perlu menambah luas perkebunan. (T2)