InfoSAWIT, JAKARTA – Sejumlah pakar minyak sawit dunia memproyeksikan harga minyak sawit masih akan mengkilap di 2025, kendati sejumlah tantangan bakal terus menghantui. Harga diprediksi menguat di kuartal pertama.
Di tengah fluktuasi pasar minyak nabati global serta kondisi ekonomi global yang masih tak menentu, pengamat harga minyak sawit kawakan yang juga Direktur Godrej International, Dorab Mistry, mengungkapkan pandangan optimistisnya mengenai harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) di tahun 2025.
Dalam sebuah seminar internasional yang dihadiri oleh para pelaku industri, Mistry memaparkan analisis mendalam tentang berbagai faktor yang akan memengaruhi pasar minyak nabati, termasuk tren biofuel, dinamika produksi, serta permintaan energi dan pangan dunia.
BACA JUGA: Maratorium Sawit, Menguntungkan Lingkungan atau Justru Memangkas Ekonomi Sawit
Ia memproyeksikan bahwa harga CPO di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) untuk harga kontrak bulan ketiga akan diperdagangkan di atas 5.000 ringgit per ton hingga Juni 2025. Optimisme ini tidak lepas dari momen-momen penting seperti perayaan Tahun Baru Imlek dan Ramadhan yang akan datang pada Januari-Maret 2025.
“Sentimen positif ini akan semakin diperkuat oleh potensi gangguan cuaca di Amerika Selatan atau wilayah lainnya, yang dapat mendorong harga lebih tinggi,” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa pengumuman baru terkait Sustainable Aviation Fuel (SAF) bisa menjadi faktor bullish tambahan yang akan mendukung harga.
Namun, di balik proyeksi cerah tersebut, Mistry tidak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi pasar. Ia mencatat bahwa meskipun produksi kelapa sawit Malaysia menunjukkan peningkatan yang lebih baik dari ekspektasi, serta produksi di Indonesia, yang semula diperkirakan lebih rendah, menunjukkan tanda-tanda perbaikan. “Namun, kita harus ingat bahwa profil usia tanaman kelapa sawit yang semakin tua dan minimnya ekspansi lahan menjadi penghambat utama dalam peningkatan produksi,” jelasnya.
BACA JUGA: Kompleksitas Kemitraan Sawit: Antara Keadilan Sosial dan Kepastian Investasi
Dari sisi permintaan, Mistry mengungkapkan bahwa kebutuhan energi global diperkirakan tumbuh sekitar 3,5 juta metrik ton pada 2023-2024 dan meningkat menjadi 4 juta metrik ton pada 2024-2025, terutama dari Indonesia, Brasil, dan AS. Sementara itu, permintaan pangan untuk minyak nabati diperkirakan tumbuh 2,5 juta metrik ton pada periode yang sama.
Namun, tantangan lain tetap ada. Harga minyak mentah yang lemah, subsidi biofuel yang meningkat, dan kapasitas pemurnian CPO yang berlebihan di Indonesia menjadi beberapa isu yang harus dihadapi. “Kapasitas pemurnian yang berlebih membuat harga CPO di pasar ekspor lebih tinggi, yang pada gilirannya memengaruhi daya saing minyak sawit,” tambah Mistry. (T2)