InfoSAWIT, JENEWA – Uni Eropa diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan terkait kelapa sawit, sebagaimana hasil akhir sengketa dagang antara Indonesia dan Uni Eropa mengenai kebijakan minyak sawit dan biofuel berbahan baku kelapa sawit (DS593: Indonesia – Palm Oil).
Keputusan ini diadopsi dalam pertemuan reguler Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan telah disirkulasikan ke publik pada 20 Januari 2025, menurut rilis Perutusan Tetap RI untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya di Jenewa (PTRI Jenewa) pada Senin (25/2/2025).
Panel WTO dalam laporannya menyatakan bahwa UE telah melakukan diskriminasi dengan menerapkan kebijakan yang merugikan biofuel berbasis kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa seperti rapeseed dan bunga matahari yang diproduksi di Eropa.
BACA JUGA: Musim Mas Group Renovasi Fasilitas Pendidikan di IPB, Perkuat Komitmen untuk Kemajuan SDM
Selain itu, Panel menilai UE gagal meninjau data yang digunakan dalam menentukan biofuel dari kelapa sawit sebagai kategori berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan (high ILUC-risk) serta adanya kekurangan dalam penerapan kriteria dan prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II.
Akibatnya, UE diwajibkan menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation yang dinilai melanggar aturan WTO.
“Merujuk rekomendasi Panel, Uni Eropa harus menyesuaikan kebijakannya agar sejalan dengan perjanjian WTO, demi menegakkan prediktabilitas dan perdagangan yang adil dalam sistem perdagangan multilateral,” ujar Deputi Wakil Tetap RI II untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional Lainnya, Duta Besar Nur Rachman Setyoko dilansir InfoSAWIT dari Antara, Rabu (26/2/2025).
BACA JUGA: Perusahaan Sawit di Kalteng Diduga Langgar Aturan Gambut dan Terlibat Kebakaran Berulang
Indonesia mengusulkan kepada DSB agar Laporan Panel diadopsi, dengan menegaskan bahwa langkah-langkah UE tidak konsisten dengan perjanjian WTO. Sepanjang proses panel, Indonesia telah menyampaikan klaim dan bukti kuat untuk mendukung argumen bahwa kebijakan UE bertentangan dengan aturan perdagangan internasional.
Indonesia berhasil membuktikan bahwa alasan UE mengenai perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan moralitas tidak berkaitan dengan kebijakan yang diterapkan terhadap minyak dan biodiesel berbasis kelapa sawit. Asumsi tersebut belum terbukti dan justru bertentangan dengan argumen yang diajukan UE selama proses persidangan.
“Indonesia siap berdialog konstruktif dengan Uni Eropa untuk mendapatkan solusi terbaik melalui proses implementasi dengan jangka waktu yang disepakati bersama. Indonesia juga akan memantau implementasi kebijakan ini secara ketat guna memastikan kepatuhan yang cepat,” lanjut Dubes Setyoko.
BACA JUGA: Jaga Sawitan Dorong Tata Kelola Sawit Berkelanjutan, Hak Pekerja Jadi Perhatian
Rusia, Brazil, serta St. Vincent and Grenadines (mewakili kelompok Afrika, Karibia, dan Pasifik) turut menyampaikan dukungan kepada Indonesia. Mereka mengungkapkan kekhawatiran atas kebijakan restriktif perdagangan dan pembatasan akses pasar yang menyasar komoditas dari negara berkembang dan kurang berkembang dengan alasan perlindungan lingkungan, sebagaimana dinyatakan dalam keterangan PTRI Jenewa. (T2)