InfoSAWIT, SEKADAU – Sebuah langkah penting dalam upaya pelestarian lingkungan tercapai dengan deklarasi Hutan Adat di Desa Nanga Pemubuh, Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Deklarasi ini ditandatangani oleh Bupati Sekadau, Aron, sebagai bentuk pengakuan terhadap hak Masyarakat Adat atas pengelolaan hutan.
Hutan Adat ‘Rimba Kobar’ yang diresmikan seluas 268 hektare ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Desa Nanga Pemubuh, Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sekadau, Masyarakat Adat, dan Kaoem Telapak. Keberadaan hutan ini diakui sebagai bagian dari upaya konservasi dan mitigasi perubahan iklim serta mempertahankan sumber kehidupan bagi komunitas adat Dayak Kerabat dan Dayak Benawas.
Bupati Sekadau, Aron, menyatakan bahwa pengakuan terhadap Hutan Adat Rimba Kobar merupakan langkah maju dalam menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Ini menambah keberhasilan Kabupaten Sekadau dalam upaya melestarikan dan menjaga hutan. Ke depannya, kami akan terus mendukung inisiatif serupa agar semakin banyak kawasan hutan yang terjaga dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar,” ujarnya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Rabu (5/3/2025).
BACA JUGA: Harga Referensi CPO Maret 2025 Turun, BK dan PE CPO Dikenakan US$ 195,58 per ton
Bagi Masyarakat Adat, Hutan Adat atau ‘Tembawang’ memiliki nilai ekologis dan ekonomi tinggi. Hutan Rimba Kobar kaya akan hasil hutan bukan kayu (HHBK), seperti cempedak, petai, ‘buah mak’ (sawo), kedondong, rambutan, serta berbagai tumbuhan obat dan rempah alami. Selain itu, hutan juga berfungsi sebagai ‘benteng air’ yang menjaga ketersediaan air bersih bagi desa. Tanpa hutan, sungai di sekitar desa berisiko tercemar dan mengering.
Kepala Desa Nanga Pemubuh, Lorensius Leli, menekankan pentingnya menjaga kelestarian hutan sebagai warisan untuk generasi mendatang. “Dengan ditetapkannya hutan ini sebagai hutan adat, kita menjalankan amanah leluhur untuk melindungi hutan dan tidak mengubahnya menjadi lahan sawit. Jika hutan tetap terjaga, kita juga ikut menyelamatkan dunia, karena hutan adalah paru-paru dunia,” tuturnya.
SPKS Sekadau dan Kaoem Telapak memainkan peran penting dalam proses deklarasi ini, melalui pemetaan wilayah, dialog sosial, serta penyusunan peraturan desa sebagai dasar hukum pengakuan Hutan Adat. Ketua SPKS Sekadau, Mohtar, menegaskan bahwa petani kelapa sawit juga memiliki kepentingan dalam menjaga hutan. “Sebagai petani kelapa sawit dan bagian dari Masyarakat Adat, kami ingin melindungi warisan leluhur kami. Peresmian hutan adat ini membuktikan bahwa petani juga memiliki peran aktif dalam pelestarian lingkungan,” katanya.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 5 – 11 Maret 2025 Tertinggi Rp 3.685,61 per kg
Presiden Kaoem Telapak, Mardi Minangsari, berharap keberhasilan ini dapat menginspirasi daerah lain untuk mengakui dan melindungi hutan adat. “Kami akan terus mendukung pengakuan hak Masyarakat Adat dalam pengelolaan hutan, agar kelestarian alam tetap terjaga hingga generasi mendatang,” ujarnya.
Deklarasi Hutan Adat Rimba Kobar menjadi contoh nyata sinergi antara pemerintah, masyarakat adat, dan organisasi lingkungan dalam menjaga ekosistem dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. (T2)