InfoSAWIT, SAMPIT – Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Duta, Yunan Nasution Amh, yang juga merupakan aktivis di Kabupaten Kotawaringin Timur, menyatakan dukungannya terhadap Forum Jaringan Ketenagakerjaan untuk Sawit Berkelanjutan (Jaga Sawitan) dalam mengingatkan pemerintah terkait dampak dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Dalam Daftar SK. No. 36 Kementerian Kehutanan tahun 2025, tercatat puluhan perusahaan yang telah terbangun di dalam kawasan hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Yunan menegaskan bahwa regulasi ini dibuat dengan tujuan baik, namun pelaksanaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap industri kelapa sawit dan para pekerjanya.
“Pada prinsipnya regulasi tersebut dibuat untuk tujuan baik. Namun, yang perlu diperhatikan adalah dampak dari pelaksanaan Perpres ini agar jangan sampai merugikan para pelaku industri sawit, termasuk buruh,” ujar Yunan kepada InfoSAWIT, Kamis (6/3/2025).
BACA JUGA: CoE Kelapa Sawit UMM Dukung Ekonomi Hijau dan Inovasi Industri
Ia mengutarakan bahwa perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian daerah dan menjadi penyumbang devisa negara. Sekitar 70 persen tenaga kerja di perkebunan sawit merupakan warga lokal. Oleh karena itu, kebijakan yang memberikan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan berpotensi meningkatkan angka pengangguran.
“Jika pemerintah memberikan sanksi administrasi hingga pencabutan perizinan terhadap perusahaan yang sudah terlanjur beroperasi di kawasan hutan, maka tidak menutup kemungkinan angka pengangguran meningkat. Saya berharap pemerintah bisa mencari solusi bagi perusahaan yang telah mengelola lahan tersebut,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini dapat berdampak pada nasib para pekerja sawit. Jika perusahaan mengalami kerugian akibat kebijakan tersebut, maka pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bisa saja terjadi.
BACA JUGA: Organisasi Masyarakat Sipil Desak Uni Eropa Pertimbangkan Krisis Deforestasi Papua dalam EUDR
Mengacu pada berkas DPR RI, Perpres 5/2025 bertujuan untuk memperbaiki tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan sektor lain yang beroperasi di kawasan hutan, serta mengoptimalkan penerimaan negara. Penertiban kawasan hutan mencakup penagihan denda bagi pelanggar, pengambilalihan kembali kawasan hutan yang disalahgunakan, serta pemulihan aset-aset agar dapat digunakan sesuai fungsinya.
Penertiban ini berlaku bagi perusahaan maupun individu dengan sanksi yang berbeda-beda. Meski demikian, Yunan menekankan bahwa kebijakan ini harus mempertimbangkan dampaknya terhadap tenaga kerja dan ekonomi daerah agar tidak menimbulkan masalah sosial yang lebih besar. (T1)