InfoSAWIT, JAKARTA – Sebanyak 22 organisasi masyarakat sipil Indonesia mendesak Uni Eropa untuk memasukkan ancaman deforestasi di Papua dalam sistem Benchmarking Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Dalam surat yang dikirim kepada para pejabat tinggi Uni Eropa, mereka mengungkapkan kekhawatiran atas hilangnya 2 juta hektare hutan serta ancaman terhadap masyarakat adat Malind dan Yei.
Surat tersebut ditujukan kepada sejumlah pejabat tinggi Uni Eropa, termasuk Teresa Ribera (Wakil Presiden Eksekutif untuk Transisi Bersih, Adil, dan Kompetitif), Kaja Kallas (Perwakilan Tinggi untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan), serta Jessica Roswall (Komisaris Lingkungan, Ketahanan Air, dan Ekonomi Sirkular Kompetitif).
Dalam dokumen tersebut, organisasi masyarakat sipil meminta Komisi Eropa untuk mempertimbangkan tingkat deforestasi dan ancaman terhadap hak-hak masyarakat adat Papua dalam proses klasifikasi risiko negara dan wilayah berdasarkan EUDR. Menurut regulasi ini, Uni Eropa akan mengategorikan negara atau wilayah sebagai berisiko rendah, standar, atau tinggi terhadap deforestasi sebelum 30 Juni 2025.
BACA JUGA: Menata Persepsi Deforestasi untuk Pertumbuhan Berkelanjutan
Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien, menegaskan bahwa Pasal 29(4)(d) EUDR harus diterapkan secara ketat agar skema ini benar-benar efektif dalam mencegah deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia di rantai pasok global.
“Sementara itu, laporan tahun 2024 yang didukung lebih dari 30 organisasi sipil menunjukkan bahwa ekspansi industri perkebunan skala besar di Papua semakin mengancam kelestarian ekosistem dan hak masyarakat adat,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Kamis (6/3/2025).
Papua memiliki cadangan hutan alam seluas lebih dari 2 juta hektare, di mana 1,9 juta hektare digunakan untuk perkebunan sawit dan kayu. Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante, menegaskan bahwa pembabatan hutan di Papua jelas melanggar hak-hak masyarakat adat, terutama komunitas Malind dan Yei. Ia juga mengkritik adanya intimidasi militer di beberapa distrik di Papua Selatan, yang memperburuk kondisi sosial masyarakat adat.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Melonjak 2,28 Persen Pada Rabu (5/3), Harga CPO di Bursa Malaysia Naik
Mega proyek deforestasi di Papua mencakup pembukaan 1,5 juta hektare lahan untuk sawah dan 500 ribu hektare untuk perkebunan tebu. Meski komoditas ini tidak termasuk dalam cakupan EUDR, terdapat potensi besar bahwa kayu hasil pembukaan hutan masuk ke pasar Eropa. Oleh karena itu, organisasi masyarakat sipil mendesak agar deforestasi dihitung berdasarkan keseluruhan angka bukaan hutan, bukan hanya pada tujuh komoditas yang tercakup dalam EUDR.