InfoSAWIT, JAKARTA – Industri kelapa sawit Indonesia menghadapi tantangan baru dengan penurunan produksi dan ekspor pada tahun 2024. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit mentah (CPO) pada Desember 2024 mencapai 3,87 juta ton, turun 10,55% dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 4,33 juta ton. Produksi minyak inti sawit (PKO) juga mengalami penurunan menjadi 361 ribu ton dari 412 ribu ton pada November 2024.
Secara keseluruhan, total produksi CPO dan PKO sepanjang 2024 mencapai 52,76 juta ton, lebih rendah 3,80% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 54,84 juta ton. Penurunan ini mengindikasikan adanya tantangan dalam produktivitas perkebunan sawit, baik dari faktor cuaca, kebijakan, maupun dinamika pasar global.
“Meskipun produksi mengalami penurunan, konsumsi minyak sawit dalam negeri justru meningkat. Pada Desember 2024, konsumsi CPO dan PKO mencapai 2,19 juta ton, naik dari 2,03 juta ton pada November. Secara tahunan, total konsumsi tahun 2024 mencapai 23,86 juta ton, meningkat 2,78% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 23,21 juta ton,” catat Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono dalam keterangannya kepada InfoSAWIT, Jumat (7/3/2025).
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 0,9 Persen Pada Kamis (6/3), Harga CPO di Bursa Malaysia Naik Tipis
Lebih lanjut kata Mukti, peningkatan konsumsi terbesar terjadi pada sektor biodiesel yang mencapai 11,45 juta ton, naik 7,51% dari tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh kebijakan mandatori biodiesel B35 yang diterapkan pemerintah. Sementara itu, konsumsi untuk sektor pangan dan oleokimia mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2023.
Di sisi lain, ekspor minyak sawit mengalami tekanan yang cukup signifikan. Pada Desember 2024, total ekspor turun menjadi 2,06 juta ton, atau turun 21,88% dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,64 juta ton. Secara tahunan, ekspor sawit Indonesia turun sebesar 2,68 juta ton, dari 32,21 juta ton pada 2023 menjadi 29,53 juta ton pada 2024.
Penurunan ekspor terbesar terjadi ke China dan India, dua pasar utama sawit Indonesia. Ekspor ke China turun hingga 2,38 juta ton, sementara ekspor ke India menyusut 1,14 juta ton. Beberapa negara lain seperti Bangladesh, Malaysia, AS, dan Uni Eropa juga mencatat penurunan permintaan. Sebaliknya, ekspor ke Pakistan dan Timur Tengah mengalami peningkatan meskipun tidak cukup untuk menutup penurunan di pasar utama.
BACA JUGA: UNS dan PT SMART Tbk Jalin Kerja Sama untuk Pengembangan Industri Kelapa Sawit
Dari sisi nilai ekspor, Indonesia mencatat pendapatan sebesar US$ 27,76 miliar (Rp 440 triliun) pada tahun 2024, turun 8,44% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 30,32 miliar (Rp 463 triliun). Penurunan ini terjadi meskipun harga rata-rata minyak sawit di pasar global mengalami kenaikan.
Prospek 2025
Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi industri sawit, GAPKI memperkirakan produksi minyak sawit Indonesia akan mencapai 53,6 juta ton pada tahun 2025. Konsumsi domestik diprediksi meningkat menjadi 26,1 juta ton, dengan penggunaan biodiesel yang diperluas ke B40 mencapai 13,6 juta ton.
“Namun, ekspor diperkirakan akan terus menurun menjadi 27,5 juta ton, lebih rendah dibandingkan capaian 2024 sebesar 29,5 juta ton. Faktor yang dapat mempengaruhi adalah kebijakan proteksionisme di negara tujuan ekspor, kompetisi dengan minyak nabati lain, serta perkembangan harga di pasar global,” ungkap Mukti.
BACA JUGA: Mengenai Penertiban Kawasan Hutan, Pemerintah Diingatkan Potensi PHK Buruh Sawit
Meski demikian, pelaku industri berharap dukungan pemerintah dalam memperluas pasar ekspor baru serta memperkuat hilirisasi produk sawit agar nilai tambah industri tetap terjaga di tengah tantangan global. (T1)