InfoSAWIT, JAKARTA – Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Ardiansyah, mengungkapkan bahwa Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) belum dapat menagih denda administratif kepada perusahaan yang membuka kebun sawit di kawasan hutan. Penagihan tersebut diatur dalam Pasal 110 A dan Pasal 110 B Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), namun masih tertunda karena adanya perubahan regulasi.
“Karena ada perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 yang masih dalam pembahasan,” ujar Febrie dikutip InfoSAWIT dari Tempo, Kamis (27/3/2025). Lahan ini merupakan hasil penguasaan kembali negara melalui Satgas PKH dari perusahaan yang menanam sawit di hutan secara ilegal.
Regulasi yang tengah digodok ini mengatur Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan. Berdasarkan UU Ciptaker, perusahaan yang telah terlanjur menanam sawit di kawasan hutan dapat memperoleh pengampunan dengan membayar denda administratif sesuai aturan yang berlaku.
BACA JUGA: Satu Juta Ha Lahan Sawit Hasil Sitaan Satgas PKH Diserahkan ke PT. Agrinas Palma
Selain menunggu regulasi yang lebih jelas, penagihan denda juga terkendala oleh beberapa persoalan hukum yang masih perlu diidentifikasi. “Ada beberapa aset yang kami kuasai masih memiliki hak tanggungan di pihak perbankan, sehingga ini berisiko secara hukum,” tambah Febrie.
Meski demikian, Satgas PKH telah berhasil menguasai kembali 1,1 juta hektare kebun sawit yang sebelumnya ditanam di kawasan hutan. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, total luas kebun sawit yang berada di kawasan hutan mencapai 3,37 juta hektare, termasuk yang saat ini diserahkan kepada PT. Agrinas Palma Nusantara.
BACA JUGA: PalmCo Tingkatkan Produktivitas Petani Sawit Melalui Pola Single Management
Keberhasilan penguasaan kembali lahan ini menjadi langkah besar dalam upaya pemerintah menata ulang tata kelola perkebunan sawit yang lebih transparan dan berkelanjutan. Pemerintah menegaskan komitmennya untuk terus memastikan bahwa sumber daya alam dikelola demi kepentingan rakyat dan negara, sekaligus menegakkan aturan bagi perusahaan yang melanggar hukum. (T2)