InfoSAWIT, JAKARTA – Mendorong penggunaan bahan baku ramah lingkungan juga menyasar produk batik, sebuah warisan para leluhur, utamanya pada penggunaan malam (wax), yang sebelumnya berbahan baku minyak mentah diganti ke minyak sawit
Industri kreatif batik Indonesia tengah menghadapi tantangan besar terkait ketergantungan pada parafin berbasis minyak bumi dalam proses pembuatannya. Seiring dengan menurunnya cadangan minyak bumi Indonesia yang diperkirakan akan habis dalam 15 tahun ke depan, kebutuhan akan bahan baku alternatif menjadi semakin mendesak. Namun, di tengah tantangan ini, inovasi berbasis minyak sawit muncul sebagai solusi yang menjanjikan untuk keberlanjutan industri batik nasional.
Batik, yang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia selama ratusan tahun dan diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2009, kini berkembang menjadi salah satu sektor industri kreatif terbesar di Indonesia. Dengan lebih dari 916.000 tenaga kerja dan lebih dari 55.000 usaha batik yang didominasi oleh usaha mikro dan kecil, industri ini memainkan peran penting dalam perekonomian nasional. Salah satu komponen utama dalam proses pembuatan batik adalah malam batik, yang selama ini menggunakan parafin berbasis minyak bumi.
BACA JUGA: Menjawab Tantangan Desa Menuju Kemandirian, BGA Luncurkan Sekolah Desa Berdaya
Dikutip dari tulisan Wiwik Handayani, dari Pusat Teknologi Agroindustri – BPPT yang kini telah berganti menjadi Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN), pada Majalah InfoSAWIT edisi 116, Juni 2017, mencatat bahwa minyak sawit dan turunannya, seperti Stearin, Stearic Acid, dan Palmitic Acid, memiliki karakteristik fisik yang mendekati parafin batik berbasis minyak bumi.
Dengan titik leleh yang sesuai dengan standar SNI 06-6319-2000, minyak sawit berpotensi menggantikan parafin konvensional sebagai bahan baku utama dalam pembuatan malam batik. Keberhasilan substitusi ini akan memberikan dampak besar bagi industri batik, menciptakan bahan baku yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Indonesia sendiri memiliki keunggulan besar dalam industri minyak sawit, dengan luas tutupan perkebunan kelapa sawit 16,3 juta hektar dan kontribusi ekonomi yang signifikan, termasuk sebagai sumber mata pencaharian bagi lebih dari 15 juta jiwa. Minyak sawit telah menjadi salah satu komoditas ekspor utama dengan nilai devisa mencapai US$ 25,61 miliar pada di 2023. Dengan demikian, pengembangan formulasi malam batik berbasis sawit tidak hanya akan meningkatkan ketahanan industri batik, tetapi juga memperkuat peran minyak sawit dalam ekonomi nasional.
BACA JUGA: Johan Sukardi Pimpin KAINSTIPER, Fokus pada Keberlanjutan Pertanian dan Perkebunan
Meski demikian, masih diperlukan berbagai tahapan modifikasi struktur molekul pada lemak padat sawit agar dapat sepenuhnya kompatibel dengan komponen-komponen penyusun malam batik. Para peneliti terus mengembangkan formula yang tepat untuk memastikan performa malam batik berbasis sawit dapat setara atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan parafin konvensional.
Dengan inovasi ini, industri batik di masa depan berpotensi lebih mandiri, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Dukungan dari pemerintah, pelaku industri, dan peneliti menjadi kunci utama dalam mewujudkan transformasi ini, memastikan bahwa batik tetap menjadi bagian penting dari budaya dan ekonomi Indonesia tanpa harus bergantung pada sumber daya yang semakin terbatas.
Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indra Budi Susetyo dari BPPT -yang saat ini berganti BRIN-, telah membuktikan bahwa bio wax parafin dari minyak sawit memiliki kualitas yang setara dengan parafin konvensional. (*)