InfoSAWIT, JAKARTA – Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Nasional, Sabarudin, mengungkapkan bahwa penerapan sertifikasi yurisdiksi dapat menjadi solusi untuk menekan biaya sertifikasi yang saat ini cukup memberatkan petani kelapa sawit. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban pendanaan bagi petani dalam mendapatkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Biaya sertifikasi saat ini mencapai sekitar Rp 4 juta per hektar, yang tentunya cukup tinggi bagi petani kecil. Dengan sertifikasi yurisdiksi, kami berharap biaya tersebut dapat ditekan dan lebih terjangkau,” ujar Sabarudin dalam Dialog di acara Bunex 2024, ICE BSD dihadiri InfoSAWIT, pada pertengahan September lalu.
Sertifikasi yurisdiksi merupakan pendekatan yang diterapkan berdasarkan wilayah administrasi tertentu, seperti kabupaten atau provinsi, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan perusahaan. Pendekatan ini diharapkan dapat memperluas akses petani sawit terhadap sertifikasi dengan biaya yang lebih rendah melalui dukungan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit.
BACA JUGA: Impor Minyak Sawit India Naik pada Maret, Namun Masih di Bawah Normal
Sabarudin juga mengungkapkan bahwa beberapa kabupaten penghasil sawit telah memulai verifikasi dan proses menuju penerapan sertifikasi yurisdiksi. Inisiatif ini diyakini tidak hanya meningkatkan daya saing petani sawit, tetapi juga membangun sinergi yang lebih kuat antara perusahaan dan petani kecil.
“Kami berharap sertifikasi yurisdiksi ini bisa menjadi model yang efektif, terutama untuk koperasi petani sawit. Dengan pendekatan ini, biaya sertifikasi bisa lebih terjangkau dan prosesnya lebih efisien,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sabarudin menjelaskan bahwa kerja sama antara pemerintah kabupaten, petani, dan koperasi sedang berlangsung untuk memastikan penerapan sertifikasi sesuai dengan standar ISPO. Sertifikasi yurisdiksi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit, sekaligus memperkuat posisi mereka dalam rantai pasok minyak sawit global. (T2)