InfoSAWIT, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kelapa sawit akan menjadi komoditas strategis dalam diplomasi ekonomi Indonesia. Dalam agenda Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI yang berlangsung di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025), Prabowo menyebut sawit sebagai miracle crop yang tidak hanya bernilai tinggi, tetapi juga menjadi rebutan banyak negara.
“Saya ke mana-mana semua nanya, semua minta kelapa sawit dari Indonesia,” ujar Prabowo di hadapan para pengusaha, ekonom, dan investor.
Pernyataan ini menegaskan arah kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo yang akan lebih ofensif dalam mendorong ekspor dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global, khususnya lewat komoditas unggulan seperti crude palm oil (CPO) dan turunannya.
BACA JUGA: Pasar Sawit Jepang Meninggi Didukung Permintaan dari Sektor Kosmetik
Menurut Prabowo, potensi ekonomi sawit harus didukung dengan perencanaan matang dan kesabaran. “Perlu waktu 5-6 tahun agar sawit produktif. Jadi harus ada perencanaan, pelaksanaan yang benar, dan ketabahan,” tambahnya.
Agenda silaturahmi ini juga menjadi panggung awal bagi pemerintah untuk menegaskan sikapnya atas tantangan global, termasuk isu tarif timbal balik dari pemerintahan Amerika Serikat yang kembali dipimpin Donald Trump.
Dengan meningkatnya tekanan proteksionisme global, terutama dari negara-negara barat, Indonesia berupaya memperkuat pijakan melalui jalur dagang bilateral dan regional. Komoditas sawit dinilai bisa menjadi alat negosiasi strategis, mengingat peran vitalnya dalam rantai pasok global, terutama bagi negara-negara seperti India, China, Pakistan, dan Bangladesh.
BACA JUGA: Laba Bersih Wilmar Turun di Kuartal Ketiga 2024, Dampak Melemahnya Operasi di China dan Sektor Gula
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja ekspor sawit Indonesia pada Februari 2025 mencetak kenaikan signifikan. Nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai US$2,27 miliar, melonjak 58,35% dari bulan sebelumnya dan 89,54% dibandingkan Februari 2024.
Negara tujuan ekspor utama meliputi India, China, Amerika Serikat, hingga negara-negara Eropa seperti Belanda dan Spanyol.
Dengan nilai ekonomi yang tinggi dan permintaan yang terus tumbuh, pemerintah tampak siap menjadikan sawit bukan hanya sebagai komoditas unggulan, tetapi juga sebagai alat politik luar negeri yang efektif. (T2)