InfoSAWIT, BEIJING – Harga kedelai berjangka di Chicago menguat tipis pada Selasa (8/4/2025), didorong oleh pelemahan dolar AS. Meski begitu, kekhawatiran pasar terhadap ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China membuat harga tetap mendekati titik terendah tahun ini.
Dilansir Reuters, harga kontrak kedelai paling aktif di Chicago Board of Trade (CBOT) tercatat naik 0,51% menjadi US$9,88 per gantang pada pukul 08.38 WIB. Sebelumnya, pada Jumat lalu, harga kedelai sempat anjlok hingga US$9,70 per gantang, level terendah sepanjang tahun 2025.
Pemicunya adalah ancaman dari Presiden AS Donald Trump pada Senin yang menyatakan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50% terhadap barang-barang impor dari China mulai Rabu, kecuali Beijing membatalkan tarif balasan sebesar 34% terhadap produk AS.
BACA JUGA: Kredit Pertanian di Kaltim Tumbuh Tinggi di Akhir 2024, Kelapa Sawit Jadi Penopang
Menanggapi hal ini, Kementerian Perdagangan China pada Selasa menyatakan penolakannya terhadap apa yang disebutnya sebagai tindakan “pemerasan” dari AS dan menegaskan akan mengambil langkah balasan jika diperlukan.
Meski ketegangan memanas, sejumlah pelaku pasar mulai optimistis bahwa ancaman tarif tambahan tersebut akan dilunakkan dalam waktu dekat.
“Percakapan Trump dengan Vietnam serta ‘konsesi’ yang kabarnya telah disepakati, ditambah tekanan politik domestik yang kini menjalar ke Wall Street, membuat para pedagang percaya bahwa ini hanyalah babak pendek dari manuver tarif belaka,” ujar Ole Houe, Direktur Layanan Konsultasi di IKON Commodities, Sydney.
BACA JUGA: Rumah Sawit Indonesia Tegaskan Komitmen Menuju Tata Kelola Sawit Berkelanjutan
Sementara itu, harga jagung juga naik tipis 0,16% menjadi US$4,65 per gantang, didukung oleh peningkatan ekspor yang terdorong oleh dolar yang lebih lemah—faktor yang meningkatkan daya saing produk pertanian AS di pasar global.
Cuaca juga menjadi faktor pendukung, di mana hujan deras dan banjir di lembah Ohio serta wilayah Delta bagian utara menyebabkan keterlambatan dalam penanaman jagung, menurut laporan dari Maxar, lembaga prakiraan cuaca.
Harga gandum ikut terdongkrak 0,61% menjadi US$5,40 per gantang karena kekhawatiran akan kekeringan di wilayah Dataran Tengah dan Selatan AS. Houe menambahkan bahwa harga gandum sempat jatuh terlalu dalam akibat terbawa isu perang dagang, padahal dampaknya terhadap gandum relatif kecil.
Pada Senin, Departemen Pertanian AS (USDA) melaporkan bahwa 48% tanaman gandum musim dingin AS berada dalam kondisi baik hingga sangat baik. Meski lebih tinggi dari perkiraan analis, angka ini masih turun dari 56% pada periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, para pelaku pasar dilaporkan menjadi pembeli bersih untuk kontrak berjangka jagung, bungkil kedelai, dan gandum, serta menjadi penjual bersih untuk kontrak kedelai dan minyak kedelai pada perdagangan Senin, menurut para pedagang. (T2)