InfoSAWIT, JAKARTA – Penantian panjang itu akhirnya berakhir. Setelah hampir setahun bergulir dari meja ke meja, revisi kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) kini resmi berlaku. Tanggal 19 Maret 2025 menjadi saksi, saat Presiden RI Prabowo Subianto menorehkan tanda tangan pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2025.
Bagi para pelaku industri sawit, kabar ini ibarat angin segar dan tantangan baru dalam satu paket. Pasalnya, kebijakan ISPO baru ini bukan sekadar pengganti dari Perpres Nomor 44 Tahun 2020, tetapi juga membawa semangat pembaruan dan perluasan.
Dari regulasi yang dilihat InfoSAWT, Jumat (11/4/2025), jika sebelumnya sertifikasi ISPO hanya fokus pada sektor perkebunan, kini jangkauannya diperluas. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa ISPO akan menyentuh tiga sektor sekaligus: usaha perkebunan kelapa sawit, industri hilir kelapa sawit, dan usaha bioenergi dari sawit. Artinya, seluruh mata rantai industri sawit—dari ladang hingga kilang dan bahan bakar—harus memenuhi standar keberlanjutan versi Indonesia ini.
BACA JUGA: Kolaborasi PT AAN, SPKS, dan SMART Terapkan Program Petani Sawit Terampil di Sekadau
Namun, kebijakan ini tidak sekadar himbauan. Pemerintah juga menyiapkan sanksi bagi pelaku usaha yang abai. Pasal 5 menyebutkan adanya peringatan tertulis, denda administratif, hingga penghentian sementara kegiatan usaha sebagai bentuk teguran. Siapa yang akan menjatuhkan sanksi? Tergantung sektornya—bisa dari kementerian perkebunan, industri, atau energi.
Di sisi lain, soal biaya sertifikasi pun menjadi perhatian. Pemerintah menyadari bahwa tak semua pelaku punya kekuatan finansial yang sama. Untuk itu, Pasal 16 mengatur bahwa biaya sertifikasi ISPO ditanggung oleh pelaku usaha. Tapi, bagi pekebun rakyat, ada opsi pembiayaan lain: dari dana kelapa sawit, APBN, APBD, bahkan dari sumber sah lainnya. Sebuah bentuk afirmasi bagi petani kecil agar tetap bisa bersaing dan berkelanjutan.
Dan sebagai penutup perubahan ini, Pasal 28 menyatakan dengan tegas bahwa Perpres lama—Nomor 44 Tahun 2020—resmi dicabut. Meski demikian, aturan turunannya masih boleh digunakan selama tidak bertentangan dengan ketentuan baru.
ISPO versi terbaru ini bukan sekadar regulasi teknis. Ia adalah bagian dari narasi besar tentang bagaimana Indonesia ingin menunjukkan bahwa kelapa sawit bukan musuh lingkungan, melainkan bisa menjadi mitra bagi keberlanjutan—asal dikelola dengan benar. Dan lewat tanda tangan Prabowo itu, arah barunya kini sudah mulai digariskan. (T2)