InfoSAWIT, JAKARTA — Pemerintah kembali menunda kewajiban sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi pekebun sawit swadaya. Penundaan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025 yang baru saja diterbitkan Presiden Prabowo Subianto.
Perpres tersebut memperluas cakupan ISPO hingga ke industri hilir dan sektor bioenergi. Namun, poin yang paling menarik perhatian adalah mundurnya kewajiban sertifikasi bagi petani swadaya dari tahun 2025 ke tahun 2029.
Padahal, kerangka hukum ISPO sudah mulai dibangun sejak lima tahun lalu melalui Perpres No. 44 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 38 Tahun 2020. Saat itu, petani diberi waktu lima tahun untuk bersiap, dengan target kewajiban pada 2025. Kini, waktu tersebut kembali diperpanjang empat tahun.
Pertanyaannya: apakah petani memang belum siap, atau justru pemerintah yang belum sepenuhnya siap menerapkan kewajiban ISPO secara menyeluruh?
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Melorot Pada Senin (5/5), Harga Minyak Sawit di Bursa Malaysia Lesu
Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Tri Daya, Rohmat mengungkapkan bahwa para petani pada prinsipnya mendukung sertifikasi ISPO. “Sejak 4 tahun lalu, kami sudah bersiap,” katanya dikutip InfoSAWIT dari Fortasbi, Selasa (6/5/2025). Namun ia menyoroti berbagai tantangan yang belum terselesaikan, terutama soal legalitas lahan yang menjadi syarat utama sertifikasi, yakni Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
“Masalahnya, petani masih berjuang untuk mendapatkan STDB. Selain itu, pendamping teknis untuk sertifikasi juga sangat minim. Dan jika seluruh biaya harus ditanggung petani, jelas sangat berat,” ujarnya.
Ia juga menilai bahwa akses terhadap pembiayaan dari pemerintah maupun Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDPKS) kerap terkendala oleh proses birokrasi yang rumit. “Biasanya syaratnya panjang dan lagi-lagi mentok di STDB. Sementara kemampuan dinas daerah untuk menerbitkan STDB sangat terbatas,” tambah Rohmat.
BACA JUGA: Asian Agri, Apical, dan Kao Pastikan Perkembangan Program SMILE di Rantauprapat
Butuh Kemauan Politik dan Dukungan Nyata
Sekretaris Yayasan FORTASBI, Ade Akbar menilai penundaan ini seharusnya dijadikan momen untuk memperkuat komitmen pemerintah terhadap petani swadaya.
“Selama 4 tahun ini, perlu ada langkah serius memperkuat kelembagaan ISPO, memperluas sosialisasi, dan menyediakan pembiayaan yang bisa dijangkau petani,” ujar Ade. Ia juga menekankan pentingnya keberpihakan politik dalam bentuk regulasi yang pro-petani dan anggaran yang memadai.