InfoSAWIT, KUBU RAYA – Suasana Hall Q Hotel Resort Kubu Raya di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, terasa istimewa pada Rabu (23/9/2025). Sekitar 800 petani sawit dari berbagai penjuru Indonesia berkumpul dalam pembukaan Indonesian Palm Oil Smallholder Conference (IPOSC) ke-5. Ajang tahunan ini menjadi ruang bertemu, berdiskusi, sekaligus merumuskan strategi gerakan petani sawit di tengah dinamika industri yang terus berubah.
Mewakili Gubernur Kalimantan Barat, Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan Kalbar, Heronimus Hero, menegaskan pentingnya subsektor perkebunan, khususnya sawit, bagi ekonomi daerah. Lebih dari 20 persen PDRB Kalbar disumbang sektor pertanian, dengan sawit sebagai penopang utama. “Ada sekitar satu juta petani di Kalbar yang hidupnya bergantung pada sawit. Kontribusinya nyata, baik bagi masyarakat maupun pembangunan daerah,” ujar Hero saat meresmikan acara yang dihadiri InfoSAWIT.
Data pemerintah provinsi menunjukkan, Kalbar kini memiliki 368 perusahaan sawit dengan total luas lahan mencapai 3 juta hektare, dari potensi lahan untuk sawit seluas 3,9 juta ha. Sekitar 1,7 juta hektare di antaranya sudah produktif, sementara 900 ribu hektare masih terbuka untuk investasi baru—tentu dengan catatan mengikuti regulasi keberlanjutan.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Kaltara Periode September 2025 Naik Rp. 72,16 per Kg
Hero menekankan, pembangunan ekonomi tidak boleh mengabaikan aturan. “Jangan sampai yang muncul hanya informasi negatif tentang sawit. Faktanya, sawit ikut menopang 32 persen PDRB Kalbar, termasuk melalui industri pengolahan,” tambahnya.
Namun, di balik catatan positif, tantangan besar juga menanti. Regulasi ketat dari pasar global, termasuk Uni Eropa, mengharuskan industri sawit Indonesia menyesuaikan diri dengan standar keberlanjutan. Bagi Hero, konferensi ini penting untuk menguatkan posisi petani agar tetap menjadi bagian dari rantai pasok global tanpa dirugikan.
Nada serupa disampaikan Ketua Umum Perkumpulan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI), Mansuetus Darto. Ia menyoroti perlunya wadah tunggal yang menyatukan berbagai organisasi petani sawit di tingkat nasional. Saat ini, terdapat sedikitnya 12 organisasi petani dengan berbagai persoalan yang kerap tak terselesaikan di tingkat daerah. “Kita butuh serikat nasional yang mampu menyuarakan kepentingan petani secara kolektif,” tegas Darto.
BACA JUGA: INDEF: Konsistensi Regulasi Sawit Untungkan Indonesia dan India
Momentum IPOSC ke-5 ini terasa semakin istimewa karena bertepatan dengan Hari Tani Nasional, yang diperingati setiap 24 September sejak ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui Keppres Nomor 169 Tahun 1963.
Bagi Darto, hari tersebut bukan sekadar peringatan simbolis, melainkan pengingat atas cita-cita agraria yang menempatkan tanah, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945.
“Perjuangan petani masih jauh dari selesai. Negosiasi dengan pemerintah harus terus dibangun, agar kebijakan tidak merugikan petani sawit, terutama mereka yang berada di kawasan hutan,” katanya.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 24-30 September 2025 Naik Tipis
Dengan dukungan berbagai pihak—mulai dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP), perusahaan swasta, hingga media—konferensi ini diharapkan menjadi titik temu. Tidak hanya memperkuat gerakan petani, tetapi juga meneguhkan sawit sebagai bagian penting dari pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan. (T2)
