InfoSAWIT, JAKARTA – Dikatakan Dewan Redaksi InfoSAWIT, Edi Suhardi, munculnya kebijakan EU Deforestation Regulation (EUDR), memang akan memunculkan kekhawatiran terkait keberlanjutan dalam integrasi industri kelapa sawit, sebab itu dibutuhkan kompromi perdagangan yang adil; hambatan perdagangan dan proteksionisme; dan deprivasi pengentasan kemiskinan.
Diakui atau tidak kata Edi, keberlanjutan minyak sawit telah menjadi keharusan dengan berbagai standar & sistem; definisi dan kriteria keberlanjutan akan terus berkembang. Hanya saja pekebun perlu menentukan posisi dan platform komitmen keberlanjutannya, akankah masih berkutat di proses yang lebih progresif atau tradisional.
“Perlu mengenali keragaman pasar dan standar keberlanjutan multi-tier dan membangun koalisi minyak sawit untuk menolak upaya menciptakan norma keberlanjutan pasar tunggal,” katanya dalam acara acara FGD SAWIT BERKELANJUTAN VOL 14, bertajuk “Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan”, yang diadakan media InfoSAWIT yang didukung BPDPKS, Rabu (7/6/2023) di Jakarta.
BACA JUGA: Harga Minyak sawit di Bursa Malaysia Naik 3,8 Persen, Didukung Melonjaknya Harga Minyak Nabati Lain
Sebab itu, kedepan perlu pula membangun komitmen baru yang berimbang pada keberlanjutan (sustainability), apalagi UE bukan satu-satunya pembawa standar Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan.
“Pasar UE akan tetap menjadi potensi pasar dengan standar yang ketat. Sementara label bebas deforestasi dan keberlanjutan tidak akan mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke UE, pasar terus beradaptasi. Namun, itu hanya akan berpengaruh terhadap petani sawit swadaya,” katanya. (T2)