InfoSAWIT, JAKARTA – Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) melakukan pengambilan keputusan yang menyudutkan posisi Masyarakat Adat Dayak Hibun di Dusun Entapang dan Kerunang, Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, korban perusahaan sawit PT Mitra Austral Sejahtera (PT MAS). Lantaran, RSPO memutuskan menolak aduan Masyarakat Adat Dayak Hibun setelah 11 tahun dilakukannya pengaduan.
Pengaduan dilakukan pada saat PT MAS masih merupakan anak usaha Sime Darby Group. PT MAS telah mencaplok lahan pertanian dan merampas sumber-sumber penghidupan Masyarakat Adat Dayak Hibun. Diduga terdapat proses ilegal dalam proses perolehan lahan untuk penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) PT MAS. Hal tersebut berdasar pada penerjemahan ‘Derasa’ sebagai proses peralihan kepemilikan lahan atau jual beli lahan dari petani kepada perusahaan, yang adalah tidak tepat.
Pada tanggal 10 Agustus 2023 RSPO mengirimkan Surat Keputusan Komplain Panel (Complain Panel, CP) RSPO. Keputusan itu menyatakan menolak pengaduan yang disampaikan oleh warga Entapang dan Krunang. Penolakan karena kurangnya bukti yang cukup atas pengaduan masyarakat dan PT. MAS bukan lagi anak usaha Sime Darby Group.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 27 September-3 Oktober 2023 Tertinggi Rp 2.401,66/kg
Redatus Musa, Anggota Masyarakat Adat Dayak Hibun menyampaikan bahwa RSPO telah gagal mematuhi berbagai peraturan dan prosedur RSPO sendiri, dan bahwa sebagai akibat dari kegagalan-kegagalan tersebut, juga RSPO telah gagal memenuhi apa yang diharapkan Masyarakat terhadap RSPO. “RSPO telah mengabaikan HAM fundamental kami,” kata Redatus Musa, dalam keterangan resmi diterima InfoAWIT, Selasa (26/9/2023).
Lebih lanjut ungkap Redatus Musa, saat ini kelapa sawit yang berasal dari kebun masyarakat atau skema kemitraan (plasma) tidak lagi dibeli oleh perusahaan. Hal ini sungguh sangat merugikan warga, pemenuhan rasa keadilan yang diharapkan dapat diberikan lewat jalur RSPO rasanya tidak juga berarti apa-apa. “Kami kecewa kepada RSPO dan marah besar karena RSPO menerjemahkan “derasa” dengan serampangan. “Derasa” bukan bukti ganti rugi, bukan dokumen jual beli, bukan pengalihan hak,” katanya.
Masyarakat Adat Dayak Hibun memiliki mekanisme adat yang disebut dengan “derasa”. Penafsiran istilah “derasa” yang memiliki arti sebagai hak sewa, bukan pelepasan hak atas tanah diperkuat dengan penafsiran yang dikeluarkan oleh Dewan Adat Dayak. Dewan Adat Dayak merupakan lembaga yang berwenang dan paling berhak untuk dapat menafsirkan istilah-istilah adat yang berkenaan dengan adat dayak.
BACA JUGA: Tiga Harga Saham Sawit Naik, Tertinggi Saham PNGO Naik 1,45 Persen Pada Selasa (26/9)
Komunitas Dayak Hibun dan meminta kepada RSPO untuk mencabut keputusan tersebut, seraya meminta maaf kepada komunitas Dayak Hibun karena telah dengan sengaja menerjemahkan “derasa”.