InfoSAWIT, JAKARTA – Awal November 2023 menjadi batas akhir waktu penyelesaian sawit dalam kawasan hutan yang diberikan pemerintah. Kebijakan pemutihan sawit ini telah menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan serius dari berbagai pihak terkait implikasi hukum dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
Gunawan, Penasehat Senior Indonesia Human Right Committee For Social Justice (IHCS), menyampaikan bahwa kebijakan ini menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan penyelesaian permasalahan tanah masyarakat di kawasan hutan. Pengakuan hak atas tanah masyarakat dan reforma agraria seharusnya tidak terkait dengan aturan perizinan berusaha yang justru menghambat pencapaian reforma agraria dan pembangunan sawit rakyat.
Menyikapi hal ini, Ketua Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (PURAKA), Ahmad Zazali, menyoroti hasil simulasi penghitungan denda administratif yang mengindikasikan potensi pendapatan negara yang besar dari perkebunan sawit dalam kawasan hutan.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Naik 0,18 Persen Pada Jumat (3/11), dan Mencatat Kenaikan Mingguan 1,12 Persen
Kementerian LHK menunjukkan bahwa untuk sawit dalam kawasan hutan seluas 10.000 hektar dengan lama usaha produktif 10 tahun, dan keuntungan bersih per tahun per hektar setara Rp. 25 juta serta tutupan hutan sebesar 20 persen, maka akan menghasilkan denda sebesar 500 Milyar.
Artinya setiap 1 hektar sawit dalam kawasan hutan akan menyetor ke rekening PNBP Kehutanan sebesar 50 juta. Jika diasumsikan semua perkebunan sawit dalam kawasan hutan milik perusahaan seluas 2,1 juta hektar membayar denda, maka negara seharusnya mendapatkan pendapatan dari PNBP Kehutanan sebesar 105 Triliyun, ini belum termasuk denda administratif dari perkebunan milik perorangan, kelompok tani atau koperasi yang luasnya di atas 5 hektar, serta denda administratif kategori Pasal 110A UUCK. Besaran perkiraan denda tersebut jauh di atas target Kementerian LHK yang menyebut denda administratif hanya 50 Triliyun.
Zazali juga menekankan pentingnya publik mengetahui berapa banyak pelaku usaha perkebunan sawit yang telah membayar denda administratif. “Transparansi ini diharapkan dapat membantu masyarakat memahami dampak kebijakan ini serta memastikan bahwa pendapatan dari denda administratif digunakan secara efisien untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Jumat (3/11/2023).
BACA JUGA: Pemerintah Dorong Pelaku Usaha Sawit Segera Urus Izin Pelepasan Kawasan Hutan
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Sawit Watch, Ahmad Surambo menyatakan, keingintahuan terhadap langkah apa yang akan diambil oleh pemerintah setelah berakhirnya batas waktu penyelesaian sawit dalam kawasan hutan. Pertanyaan ini menggambarkan kekhawatiran akan kelanjutan kebijakan ini dan apakah pemerintah memiliki rencana konkret untuk memastikan keberlanjutan pembangunan sawit yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. (T2)