InfoSAWIT, JAKARTA – Di Bidang industri kelapa sawit nama Derom Bangun sangat terkenal. Dia memegang jabatan penting di organisasasi sawit nasional, regional, dan internasioal. Menjabat sebagai Ketua Umum Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) periode 1999-2006 dan Ketua Umum DMSI (Dewan Minyak Sawit Indonesia) periode 2012-2000. Derom memimpin Gapki dan DMSI cukup lama. Pada masa itu, dia berhasil membawa Gapki dan DMSI menjadi organisasi sawit yang disegani baik di dalam maupun di luar negri. Sawit pun mengalami zaman keemasan yang belum pernah dialami pada masa sebelumnya. Selain memimpin Gapki dan DMSI, kakek dari enam cucu dan satu orang cicit ini berkiprah di organisasai sawit regional dan internasional. Dia pernah menduduki Ketua AVOC (ASEAN Vegetable Oils Club), menjabat Vice President II RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) sejak 2004 dan Penasehat Eksternal Bank Dunia pada tahun 2010.
Selain itu, Derom Bangun mempunyai kebun sawit yang cukup luas, walaupun tidak seluas milik pengusaha besar nasional. Kebun itu dikelola melalui ketiga PT miliknya yaitu PT Kipar Lapiga, PT Tara Bintang Nusa, dan PT Bukit Sawit Mas.
Derom (84 tahun), juga sukses dalam berkarier. Memulai karier dari bawah, dari tekniker II sampai menjadi tokoh sawit yang diakui dunia merupakan pencapaian yang fenomenal.
BACA JUGA: 365 Perusahaan Sawit Ajukan Pemutihan Melalui Mekanisme Pasal 110A dan 110B
Semua keberhasilan itu diraihnya tidak dengan mudah. Salah satu karakter yang menonjol pada diri Derom Bangun, tokoh sawit yang dijuluki “Duta Besar Sawit Indonesia” oleh Achmad Manggabarani, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI tahun 2006-2010 adalah kegigihan. Kegigihan mewarnai perjalanan hidup Derom Bangun.
Mewarisi Sifat Gigih dari Ibunya
Derom yang lahir di Desa Payung, Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Tanah Karo, Sumatra Utara pada 16 Juni 1940 telah gigih sejak kecil. Dia sempat merasakan pahitnya aksi militer pertama Belanda sekitar tahun 1947. Derom pada saat itu masih berumur tujuh tahun. Keluarga Besar Derom (ayah, ibu, kakek, nenek, bibi, paman, Derom bersaudara, dan beberapa sepupu) mengungsi dari Desa Payung ke Lau Diski, dekat Kotacane dengan berjalan kaki. Lau Diski sudah berada di wilayah Aceh. Aceh merupakan daerah yang tidak boleh diserang Belanda berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati kedua belah pihak.
Mereka tinggal disana beberapa bulan lamanya. Setelah keadaan keamanan. Mereka kembali berjalan kaki menuju Berastagi.
BACA JUGA: Supaya Peroleh Manfaat Tinggi, Apkasindo Dorong Penguatan Kelembagaan Petani Sawit di Lampung
Derom mewarisi sifat gigih dari ibunya. Untuk membantu perekonomian keluarga, ibunya mencari penghasilan tambahan. Dia berdagang beras di Pasar Berastagi dan tembakau bersama dua orang temannya. Tembakau dibeli dari petani-petani di desa-desa pada hari pasar, kemudian tembakau pilihan itu dijual ke Pematang Siantar. Rupanya ibu dan temannya mendapat kepercayaan dari pembeli, sehingga setiap kali menjual tembakau, mereka selalu mendapat harga yang baik.
Walaupun Derom lahir di Desa Payung, Derom lebih banyak melewati masa kecilnya di Berastagi.