InfoSAWIT, JAKARTA – Dalam beberapa tahun mendatang, Tiongkok akan memainkan peran sentral dalam pengembangan industri minyak sawit berkelanjutan. Sejumlah kebijakan baru yang telah diimplementasikan menunjukkan komitmen serius untuk mengelola dampak lingkungan dan meningkatkan tata kelola di sektor ini.
Diungkapkan Lin Hui, Associate Professor, Institute of Science and Development Chinese Academy of Sciences, salah satu poin utama yang perlu dicatat adalah dampak besar Tiongkok dalam pasar internasional, khususnya sebagai salah satu pembuang sampah terbesar di dunia. Konsumsi berbagai produk, termasuk minyak sawit, telah menjadi aspek utama dalam keseharian masyarakat Tiongkok. Seiring dengan peningkatan kesadaran akan isu-isu lingkungan, Tiongkok semakin fokus pada transformasi pasar kelapa sawit dan produk serupa untuk mendukung perdagangan global yang berkelanjutan.
“Upaya ini mencerminkan komitmen Tiongkok untuk berpartisipasi dalam aksi global terkait iklim, dan komoditas tropis, termasuk minyak sawit, memainkan peran sentral dalam agenda ini,” kata Lin Hui, saat berbicara pada sesi Roundtable Meeting RSPO (RT2023) dengan tema “Shaping The Next 20: Synergising Policies and Strategies for Sustainable Palm Oil” yang diadakan di Jakarta pada akhir November 2023, dihadiri InfoSAWIT.
BACA JUGA: Uni Eropa Sepakat Intensifkan Penggunaan Sustainable Aviation Fuel, Bukan Berbasis Sawit dan Kedelai
Lebih lanjut tutur Lin Hui, penting untuk mencatat bahwa kebijakan-kebijakan ini telah memunculkan konsekuensi positif dalam hal penggunaan minyak sawit berkelanjutan di Tiongkok. Sejak berdirinya kantor perwakilan sekretariat RSPO di Tiongkok pada tahun 2015 silam, jumlah anggota RSPO di negara ini telah meningkat secara signifikan. Pada tahun 2023, lebih dari 300 anggota RSPO aktif di pasar Tiongkok, mengkonsumsi hampir 500 ton minyak sawit berkelanjutan, yang mencakup hampir delapan persen dari total volume impor.
Menghadapi masa depan pembangunan berkelanjutan, tantangan dan peluang harus diperhatikan dengan cermat. Langkah-langkah seperti membangun kerangka tata kelola kolaboratif untuk produsen dan konsumen, serta investasi dalam produksi berkelanjutan, menjadi langkah-langkah kunci. “Kebijakan-kebijakan yang diarahkan pada ketahanan lingkungan dan trade-off antara berbagai tujuan, terutama di Malaysia dan wilayah-wilayah lain di dunia, memerlukan perhatian khusus,” katanya.
Penting untuk mencapai keseimbangan yang baik antara produksi dan lingkungan hidup. Implementasi teknologi digital dalam rantai pasokan dan penggunaan data ilmiah yang akurat dapat menjadi solusi untuk meningkatkan pelatihan minyak sawit dan meminimalkan dampak negatif.
BACA JUGA: Berikut Klaster Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit di Kalimantan Selatan
Dengan demikian, Tiongkok memiliki peluang untuk memimpin perubahan dalam industri minyak sawit menuju praktik yang lebih berkelanjutan. “Dengan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pemangku kepentingan, masa depan minyak sawit di Tiongkok bisa menjadi cerita sukses keberlanjutan yang memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat,” tandas Lin Hui. (T2)