InfoSAWIT, JAKARTA – Kontribusi kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia selama dua dekade terakhir tetap menjadi pilar penting. Sebagai komoditas strategis, minyak sawit tidak hanya mendukung kebutuhan pangan dan nonpangan, tetapi juga menjadi bahan bakar terbarukan serta sumber devisa dari ekspor produk bernilai tambah tinggi.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, mengungkapkan keberhasilan program hilirisasi industri sawit Indonesia melalui dua indikator utama: ragam produk hilir yang terus meningkat dan perbaikan rasio ekspor bahan baku dengan produk hilir.
“Pada 2010, terdapat 54 jenis produk hilir sawit, tetapi angka ini melonjak menjadi 193 jenis pada 2023. Selain itu, rasio ekspor bahan baku dan produk hilir berubah drastis dari 40:60 menjadi 7:93 di tahun yang sama,” ungkap Putu dalam acara seminar dikutip InfoSAWIT, Kamis (21/11/2024) di Jakarta.
BACA JUGA: Petani Sawit di Tapanuli Selatan Suarakan Ketidakadilan Mengenai Harga TBS Sawit
Industri pengolahan sawit memberikan dampak luas, termasuk penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung hingga 17 juta orang, kontribusi 3,5 persen terhadap PDB nasional, dan andil 11,6 persen dalam ekspor nonmigas. Sepanjang 2023, nilai ekspor sawit mencapai Rp450 triliun. Pada 2024, sektor ini diproyeksikan menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp775 triliun.
“Industri ini juga mendorong pertumbuhan ekonomi baru di luar Pulau Jawa, seperti di Sei Mangkei (Sumut), Tarjun (Kalsel), hingga Bitung (Sulut),” tambah Putu.
Meski mengalami kemajuan, sektor sawit menghadapi tantangan seperti penurunan produktivitas perkebunan akibat penyakit tanaman, perubahan iklim, dan kebutuhan replanting. Selain itu, hilirisasi masih bergantung pada bahan baku minyak sawit mentah (CPO).
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Sumut Periode 20-26 November 2024 Cenderung Stagnan
Menjawab tantangan tersebut, Kemenperin fokus pada tiga langkah strategis, kebijakan pengamanan pasokan bahan baku, injeksi teknologi pengolahan CPO untuk efisiensi dan keberlanjutan.
Teknologi inovatif seperti Steamless-POMELess Palm Oil Technology (SPPOT) diperkenalkan untuk meningkatkan efisiensi energi, menurunkan emisi karbon, dan mengurangi limbah cair. Teknologi ini juga memungkinkan pembangunan pabrik modular skala kecil yang dapat dimiliki oleh petani melalui skema Build-Operate-Transfer (BOT).
BACA JUGA: Hadapi Kebijakan EUDR, Nasional Dashboard Diyakini Lindungi Data Industri Sawit
Kemenperin optimistis langkah ini akan mendukung Visi Sawit Indonesia Emas 2045, dengan target menghasilkan 240 jenis produk hilir pada 2029 dan nilai ekonomi Rp1.146 triliun. “Hilirisasi yang berkelanjutan dapat memperkuat daya saing global sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Putu. (T2)